Startup Lokal Bisa 'Mati Muda' Kalau Langsung Ditarik Pajak

Ilustrasi startup lokal Indonesia.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

VIVA.co.id – Pemerintah diminta tidak menyamaratakan pengenaan pajak terhadap seluruh perusahaan rintisan (startup) lokal. Hal ini karena akan berdampak negatif pada bisnis yang baru dijalankan.

Industri E-Commerce Indonesia: Antara Inovasi, Efisiensi dan Regulasi yang Mendukung

Dengan begitu, bisnis mereka dikhawatirkan mati sebelum berkembang. Di mata pakar marketing Rhenald Kasali, pengenaan pajak bagi perusahaan baru, startup maupun e-commerce, pada dasarnya setuju.

Akan tetapi, pemerintah juga harus memperhatikan keuntungan yang didapat dari usahanya tersebut. Artinya, harus dilihat kekuatan dan kematangan perusahaan.

Berkah Ramadan, Produk UMKM di E-Commerce dan Pengiriman Melonjak Tajam

"Regulasi perlu diatur. Kalau nggak, ya, pendapatan pajak turun terus. Pajak PPh (Pajak Penghasilan) dari sektor retail, hotel, dan segala macam. Itu ada tahapan penyesuaian, harus friendly," kata Rhenald, di Jakarta, Rabu, 6 September 2017.

Idealnya, menurut pendiri Rumah Perubahan ini, startup bisa dikenakan pajak setelah menjalankan bisnisnya minimal selama 5 tahun atau setelah mendapatkan revenue (total pendapatan).

E-Commerce Ini Perkuat Komitmen Dukung UMKM dan Brand Lokal dengan Inovasi Teknologi dan Logistik Terpadu

Bahkan, lanjut Rhenald, sejak startup berdiri, semua jenis transaksi sudah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN. Ditambah lagi, gaji karyawan yang juga dikenai wajib pajak (WP).

"Dalam undang-undang, kalau masih rugi belum diwajibkan membayar pajak. Pajak keuntungan itu tergantung dari jumlah keuntungan startup," ungkap Rhenald.

Seperti diketahui, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan berencana mengenakan pajak bagi pelaku startup maupun e-commerce yang telah memiliki penghasilan di atas Rp4,8 miliar per tahun.

Namun, apabila penghasilannya di bawah Rp4,8 miliar tidak akan dikenai pajak, karena masuk sebagai kategori pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). (ren)

cuci mata versi digital - meninggalkan keranjang belanja tanpa membeli

Perilaku Konsumen Era Digital: Keranjang Penuh, Tapi Dompet Selamat

Media sosial pemicu belanja impulsif, tapi banyak konsumen hanya mengisi keranjang tanpa checkout karena sadar perbedaan keinginan dan kebutuhan.

img_title
VIVA.co.id
17 April 2025