Heri Chandra Santosa Menghidupkan ‘Pesantren’ Sastra di Lereng Medini

Heri Chandra Santosa, peraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2011
Sumber :
  • Satu Indonesia

Kendal – Sastra tidak hanya tulisan pada selembar kertas. Tidak hanya pajangan di rak-rak buku atau di lemari. Sastra memiliki banyak manfaat, mulai dari “kendaraan” untuk menyampaikan saran dan kritik, hingga jendela untuk membuka cakrawala dunia.

Terpopuler: Opsen Bikin Pajak Kendaraan Naik, Isi Garasi Anak Bos Toko Roti

Dengan sastra peradaban dunia mulai dikenal, ilmu pengetahuan disebarkan hingga nilai-nilai moral diketahui oleh umum. Melalui sastra juga banyak pejuang kemerdekaan menyampaikan nilai-nilai perjuangan dan perlawanan mereka.

Besarnya manfaat sastra menjadi alasan sastra akan terus selalu hidup dari generasi ke generasi.

Startup Lokal Ciptakan Kontainer Makanan dari Pelepah Pinang, Hasilnya Sampah Plastik Berkurang

Pengertian Seni Sastra

Photo :
  • vstory

Era 4.0 yang menyeruak masuk dan membuat dunia serba digital makin hari semakin menyisihkan sastra. Meskipun sastra hadir pada digital, konsen generasi muda dalam pemanfaatan teknologi lebih kepada hiburan. Sastra sudah mulai tertinggal dan minat baca atau menulis cenderung menurun.

Polisi Ngaku Tak Sengaja Mobil Patroli Lindas Bendera Israel, Netizen Malah Dukung

Dialah Heri Chandra Santosa, pria yang selalu gigih menghidupkan sastra hingga pelosok desa di Kendal Jawa Tengah. Baginya, sastra bukan hanya milik orang kota atau seniman sastra yang dikenal pandai dan cerdas. Mempelajari sastra adalah hak semua orang, termasuk masyarakat desa atau orang yang terpinggirkan.

Heri Chandra Santosa, peraih apresiasi SATU Indonesia Awards 2011

Photo :
  • Satu Indonesia

Pria kelahiran Kendal pada 22 Mei 1982 bersama sahabatnya Sigit Susanto mendirikan Komunitas Lereng Medini (KLM) yaitu sebuah komunitas yang konsen memberi ruang masyarakat desa untuk belajar sastra dan budaya.

Alumni Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang ini bersama Sigit sahabatnya yang bermukim di Swiss mendirikan komunitas sastra tersebut untuk menghidupkan sastra di lereng Bukit Medini Kendal.

Dia ingin agar masyarakat dapat berbicara tentang sastra. Sastra tidak hanya dikooptasikan milik masyarakat kota atau seniman ternama. Semua orang berhak mengenal sastra.

Heri yang berlatarbelakang sebagai jurnalis ini menggandeng Sigit seorang pegiat kesusastraan asal Boja. Dia mendirikan KLM pada 2008 yang diberi nama sesuai dengan tempat mereka mengajar sastra di Bukit Medini.

Sebelum membangun komunitas tersebut, pada 2006 mereka membuka perpustakaan gratis bernama “Pondok Maos” di rumah milik Sigit di Jalan Raya Bebengan 221, Desa Bebengan, Boja.

Dengan memanfaatkan karya sastra Indonesia maupun asing, mereka memberikan ruang bagi orang-orang yang ingin belajar sastra secara gratis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya