Hari Prematur Sedunia, Mari Kita Kenali Penyebab Serta Risko Persalinan Lebih Dini 

Ilustrasi melahirkan bayi.
Sumber :
  • Pixabay.com/cynthia_groth

Studi terbaru menunjukkan bahwa pengobatan dengan hormon yang disebut progesteron dapat mencegah kelahiran prematur pada wanita tertentu. Progesteron vagina diberikan kepada wanita hamil yang ditemukan memiliki serviks pendek. Dan wanita yang pernah melahirkan prematur sebelumnya dan hamil dengan satu bayi bisa mendapatkan suntikan progesteron selama kehamilan untuk menurunkan risikonya.

Biar Gak Baby Blues! Moms Disarankan Pampering Pasca Melahirkan, Apa Itu?

Apa Yang Terjadi Jika Bayi Saya Lahir Dini?

Sekitar 1 dari 10 bayi yang lahir di AS adalah bayi prematur. Sebagian besar bayi prematur melakukannya dengan baik seiring bertambahnya usia dan mengejar teman sebayanya pada waktunya.

Benarkah Ibu Hamil Harus Makan 2 Porsi? Dokter Bongkar Faktanya!

Tetapi anak-anak ini memang memiliki risiko masalah yang lebih tinggi. Bayi prematur tumbuh lebih lambat daripada bayi yang lahir cukup bulan. Mereka mungkin lebih lambat untuk berguling, berbicara, atau menggenggam dan memegang benda dengan tangan mereka. 

Mereka memiliki risiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan jangka panjang tertentu, termasuk autisme , disabilitas intelektual, kelumpuhan otak , masalah paru -paru, serta gangguan penglihatan dan pendengaran . Anak-anak lain memiliki masalah perilaku di kemudian hari. Beberapa mengalami ledakan emosi atau hiperaktif. Mereka mungkin memiliki masalah belajar atau membaca di sekolah.

Tak Perlu Khawatir Biaya! Program JKN Tanggung Persalinan Caesar ERACS

Semakin dini bayi lahir, semakin besar kemungkinan mereka mengalami masalah. Mereka yang lahir setelah 7 bulan biasanya memerlukan perawatan singkat di unit perawatan intensif neonatal (NICU) rumah sakit. Bayi yang lahir lebih awal dari itu menghadapi tantangan yang jauh lebih besar. Mereka akan membutuhkan perawatan khusus di NICU.

Ilustrasi ibu hamil.

Tekan Risiko Stunting, Kini Ada Buku Panduan Nutrisi untuk Kehamilan

Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, yang dirilis Kementerian Kesehatan pada awal 2025, menunjukkan bahwa hampir 20 persen anak-anak Indonesia alami stunting.

img_title
VIVA.co.id
28 Juni 2025