Tersentuh Isi Alquran Soal Fakta Sains Ajaib, Ilmuwan Populer Meninggal Sebagai Muslim
- Freepik
PERANCIS – Ilmuwan besar Perancis, Jacque IV Cousteau dikenal dunia dengan teori-teorinya yang membuka mata dunia akan fakta sains yang tak banyak orang pahami. Siapa sangka, ahli kelautan ini juga memilih masuk Islam dan meninggal dunia sebagai muslim lantaran tersentuh isi Alquran mengenai teori sains yang ajaib dan tak mampu dijelaskan peneliti mana pun.
Jacque IV Cousteau dikenal di seluruh dunia sebagai penggagas penelitian laut dan kedalaman laut, penemu peralatan selam, rumah bawah air, alat untuk “piring selam”, hingga penulis banyak buku dan film populer. Namun sangat sedikit orang yang mengetahui, bahwa penelitian-penelitian ilmiah yang dilakukannya dan fakta-fakta refleksi dalam Alquran tentang banyak tanda-tanda ilmiah telah membawanya masuk Islam, bahkan beliau meninggal sebagai seorang Muslim. Scroll untuk tahu cerita lengkapnya, yuk!
Dikenal seantero dunia, peneliti lingkungan bawah laut ini akhirnya menyatakan bahwa pilihan memeluk Islam adalah keputusan paling tepat dalam hidupnya. Dalam serial TV, “Alive Sea,” Kapten Cousteau mengungkap dunia bawah laut, sungai, dan samudra yang menakjubkan di hadapan manusia.
Dikutip laman Arab News, fakta ini ia temui saat menyelidiki ruang terbuka air di selat Gibraltar. Mendiang menemukan fakta mengejutkan yang tidak dapat dijelaskan oleh sains yaitu adanya dua lapisan air, tidak bercampur satu sama lain.
Keduanya seolah-olah dipisahkan oleh sebuah film dan memiliki batas yang tepat satu sama lain. Masing-masing memiliki suhu, struktur garam, hewan dan flora. Ini adalah perairan Laut Mediterania dan Samudra Atlantik yang berbatasan satu sama lain di Selat Gibraltar.
“Pada tahun 1962. Para ilmuwan Jerman menemukan bahwa di Bab Al-Mandeb, tempat bertemunya perairan Teluk Aden dan Laut Merah, perairan Laut Merah dan Samudra Hindia tidak bercampur. Mengikuti contoh rekan-rekan, kami mulai mencari tahu, apakah perairan Samudera Atlantik dan Laut Mediterania bercampur," tuturnya.
Kedua bobot air ini telah bertemu di Selat Gibraltar selama seribu tahun, dan masuk akal untuk berasumsi bahwa dua bobot air yang sangat besar ini akan tercampur dalam waktu yang lama. Salinitas dan kepadatannya akan menjadi identik, atau, setidaknya, serupa.