5 Penyebab Ini Jadi Biang Kerok Warga Korsel Gak Mau Nikah
- ANTARA/Xinhua/Wang Jingqiang.
Seoul – Saat ini, semakin banyak orang yang memilih untuk tetap melajang. Bukan sedikit juga pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, fenomena ini dapat diamati di berbagai negara, termasuk Korea Selatan (korsel).
Penyebabnya bervariasi, dan beberapa warga Korea Selatan telah berbagi pandangan mereka mengenai alasan di balik fenomena ini melalui artikel di laman US News. Berikut adalah beberapa di antaranya:
Seoul, Korea Selatan.
- KFA/Allkpop
1. Ketidakpastian pada Masa Depan
Banyak anak muda di Korea Selatan yang merasa bahwa zaman telah jauh berbeda. Tidak seperti saat era orangtua dan kakek-nenek mereka. Alasan tersebut pun membuat mereka merasa tidak wajib untuk berkeluarga.
Hal itu lantaran ada ketidakpastian pada masa depan yang nyata dirasakan oleh mereka saat ini. Ketidakpastian itu mencakup pasar kerja yang suram, harga perumahan yang mahal, ketidaksetaraan gender dan sosial, tingkat mobilitas yang rendah, dan biaya besar untuk membesarkan anak-anak dalam budaya yang sangat kompetitif.
Tak berhenti di sana, banyak perempuan di Korea Selatan yang mengeluhkan budaya patriarki yang gigih dan memaksa mereka untuk berfokus pada pengasuhan anak sambil menanggung diskriminasi di tempat kerja.
2. Sulitnya Meniti Karier
Pendapat lain diungkapkan oleh ahli di Korea Institute of Child Care and Education, Choi Yoon Kyung. Menurut dia, banyak orang telah merasakan sulitnya masuk ke sekolah yang bagus dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Alhasil, banyak dari mereka yang merasa tidak bahagia jika harus menikah dan memiliki anak. Choi mengungkapkan bahwa Korea Selatan telah gagal membangun program kesejahteraan sejak tahun 1960-1980an.
3. Bukan Tempat yang Tepat untuk Membesarkan Anak
Seoul, Korea Selatan
- unsplash,com
Seorang desain grafis Kang Han Byeol (33) memutuskan untuk tetap melajang. Hal ini lantaran menurutnya, Korea Selatan bukanlah tempat yang tepat untuk membesarkan anak.
Kang Han merujuk pada kefrustrasian terhadap ketidaksetaraan gender, kejahatan seks secara digital, dan budaya yang mengabaikan mereka untuk mendorong keadilan sosial.
"Saya dapat mempertimbangkan pernikahan saat masyarakat kita sudah menjadi lebih sehat dan punya status yang lebih setara bagi perempuan dan laki-laki," ujar Kang Han.