Audit Sampah Plastik di Sungai Bali dan Banyuwangi Dinilai Tidak Fair

Lautan sampah di aliran sungai mangrove di Bali Selatan tahun 2021
Sumber :
  • Instagram Sungai Watch

VIVA Lifestyle – Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo) menilai audit sampah plastik yang dilakukan Sungai Watch di sungai-sungai di Bali dan Banyuwangi tidak fair. Pasalnya, pengumpulan sampahnya hanya dilakukan di hilir sungai saja.

Menjaga Kebersihan Lingkungan: Tanggung Jawab Bersama untuk Masa Depan yang Lebih Baik

“Tidak bisa diambil sebuah kesimpulan terhadap keberadaan sampah plastik itu kalau hanya dilakukan di bagian hilir sungai saja,” ujar Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (Yaksindo), Nara Ahirullah, dalam keterangannya, dikutip Rabu 21 Februari 2024. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Menurutnya, audit yang benar itu tidak hanya dilakukan di bagian hilir sungai saja, tapi juga di bagian tengah dan hulu sungai. Dia mengatakan hulu itu di pabrik, tengah itu ada di masyarakat.

Penyeberangan Ketapang-Gilimanuk Ditutup Jumat Jam 5 Sore Jelang Nyepi, Dibuka Kembali 30 Maret

“Kalau mereka memang mau mengaudit, audit yang benar itu harus dilakukan menyeluruh. Jadi, harus dilihat dari pabrik itu keluar produknya misalnya 10 ribu pieces, kemudian di tengah atau di tingkat penjualan di masyarakat misalnya ada 5.000 pieces dan yang ditemukan di sungai misalnya ada 2.000 pieces. Itu berarti yang 2.000 pieces inilah yang seharusnya yang dinilai tidak terkelola dengan baik sehingga jatuh ke badan air ke sungai,” tuturnya.

VIVA Militer: Prajurit Kodim 1013/MTW Bersihkan Sampah di aliran Sungai Bontang

Photo :
  • Pen. Kodim 1013/Mtw

Nusron: Tanah di Badan Sungai Harus Disertifikasi Atas Nama Negara

Sementara, lanjutnya, pada audit sampah yang dilakukan Sungai Watch itu adalah hanya pengumpulan atau perhitungan di bagian hilir sungainya saja. Misalnya ditemukan ada 2.000 kemasan yang menjadi sampah. Sementara, yang keluar dari pabrik sebanyak 10 ribu kemasan.

“Hal-hal seperti itu justru bisa dipakai oleh produsen polutan untuk berasumsi bahwa 8.000 kemasannya sudah terkelola dengan baik. Itu kan tidak fair. Padahal mungkin saja pengelolaan sampah mereka justru lebih buruk dari yang sampah-sampahnya banyak terjaring. Tapi, karena yang dihitung hanya di hilir sungai saja, seolah-olah sampah mereka dikelola dengan baik,” ucapnya. 

Dia menuturkan bahwa audit sampah yang didasarkan dari penjaringan yang dilakukan di bagian hilir sungai juga tidak selalu konsisten. Apalagi, lanjutnya, sampah-sampah plastik yang mereka tracking itu dihitung berdasarkan rata-rata dari panjangnya sungai.

“Berarti, kalau ditemukan 2.000 pieces sampah plastik tertentu, kemudian sungai ini panjangnya misalnya 10 kilometer dan dirata-ratakan per kilometernya kan 200 pieces sampah. Nah, terus mereka berasumsi bahwa  setiap ada sungai, per kilometernya pasti ada sampah tersebut sebanyak 200 pieces. Ini kan nggak fair,” tandasnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya