Mutasi COVID-19 India Masuk Indonesia, Kenali Gejala Utamanya
VIVA – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin telah mengumumkan bahwa mutasi COVID-19 yang diduga memicu lonjakan kasus di India, kini masuk ke Indonesia. Sebanyak 10 orang telah diperiksa dengan hasil yang positif terhadap virus SARS-CoV-2 tersebut.
"Mengenai penyebab pertama bahwa mutasi virus baru meningkatkan kasus di India, virus itu sudah masuk juga di Indonesia. Ada 10 orang yang sudah terkena virus tersebut," kata Menkes Budi dalam konferensi pers virtual, Senin 26 April 2021.
Dikutip dari laman The Health Site, di India sendiri, terdapat beberapa mutasi yang sangat menular dan memicu terjadinya tsunami COVID-19 di India. Mutasi COVID-19 Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil semuanya telah diklasifikasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai "varian yang menjadi perhatian" (VOC).
Mutasi terbaru pertama kali terdeteksi di India pada 1 Desember 2020. Menurut WHO, mutasi dianggap mengkhawatirkan jika menyebar lebih mudah, menyebabkan kasus penyakit yang lebih serius, melewati sistem kekebalan atau mengurangi efektivitas pengobatan yang diketahui.
Tetapi, WHO mengatakan belum mengklasifikasikan mutasi ganda yang timbul di India sebagai varian yang mengkhawatirkan. Seorang juru bicara WHO mengatakan bahwa tidak jelas sejauh mana mutasi yang bertanggung jawab atas peningkatan pesat kasus di India dalam beberapa bulan terakhir. Ada pun dua mutasi ganda tersebut antara lain:
Mutasi E484Q
Ini mirip dengan mutasi E484K yang diidentifikasi pada varian Brasil dan Afrika Selatan, yang juga telah dilaporkan dalam beberapa bulan terakhir. Kekhawatirannya adalah mutasi ini dapat mengubah bagian protein lonjakan virus corona.
Protein lonjakan membentuk bagian dari lapisan luar virus corona dan yang digunakan virus untuk melakukan kontak dengan sel manusia. Respons imun yang dirangsang oleh vaksin menciptakan antibodi yang secara spesifik menargetkan lonjakan protein virus.
Oleh karena itu, kekhawatirannya adalah jika mutasi mengubah bentuk protein lonjakan secara signifikan, maka antibodi mungkin tidak dapat mengenali dan menetralkan virus secara efektif, bahkan pada mereka yang telah divaksinasi. Para ilmuwan sedang memeriksa apakah ini mungkin juga kasus mutasi E484Q.