Ini Wilayah di Ibukota dengan Angka Gizi Buruk Tertinggi

Ilustrasi anak sakit.
Sumber :
  • freepik/lifeforstock

VIVA – Jakarta Timur menjadi wilayah di ibukota dengan angka gizi buruk tertinggi. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta tahun 2020 melaporkan, di Jakarta Timur terdapat 1.826 balita dengan gizi buruk. 

Menkes Usul Materi Keamanan Pangan dan Gizi Masuk Kurikulum Sekolah

Sementara itu, Kelurahan Jati, Pulogadung, menjadi salah satu kelurahan dengan jumlah kasus balita gizi buruk tertinggi di Jakarta Timur. Disampaikan Camat Pulogadung Bambang Pangestu, di Kelurahan Jati terdapat 261 balita penderita gizi buruk. 

"Di Kecamatan Pulogadung untuk wilayah rawan stunting tidak ada. Tapi ada balita yang rendah gizinya," kata Bambang dalam keterangannya, Jumat 18 Februari 2022. 

BGN Wajibkan Tiap Dapur MBG Punya 2 Chef Bersertifikat

Hingga saat ini, intervensi perbaikan gizi terhadap balita gizi buruk tersebut dilakukan dengan pemberian bantuan makanan bergizi. Bambang berharap, bantuan ini terus berlanjut dalam rangka peningkatan gizi untuk pencegahan stunting yang ada di Kecamatan Pulogadung. Diketahui, sebanyak 5.100 balita di 23 kelurahan Jakarta Timur tersebut, telah mendapatkan bantuan sejak Oktober 2021.

Ketua advokasi Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Yuli Supriati, mengaku miris dengan kondisi tersebut.

Waka BGN Bakal Tutup Dapur yang Langgar SOP: Milik Jenderal Sekalipun Saya Tak Peduli

"Jakarta itu memang tingkat perekonomiannya masih timpang. Dalam artian masih banyak di pelosok ibukota masyarakat dengan perekonomian rendah," ungkapnya. 

Meski demikian, Yuli menyayangkan seharusnya gizi buruk sudah tidak ditemukan lagi di Jakarta, apalagi dengan angka yang sangat besar. 

"Jakarta punya dukungan APBD yang sangat layak, seharusnya rencana strategis pengentasan gizi buruk bisa lebih dioptimalkan, tidak berhenti di bantuan sembako atau pangan tinggi gizi, tapi bagaimana memaksimalkan seluruh sumber daya yang ada untuk peningkatan gizi anak,” jelas Yuli.

Sumber daya yang dimaksud aktivis BPJS ini adalah Posyandu sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat. 

"Posyandu ini yang paling mengerti bagaimana kondisi masyarakat di lingkungannya. Seharusnya ini bisa menjadi kepanjangan tangan pemerintah untuk menggiatkan edukasi gizi untuk keluarga,” tambah dia. 

Yuli tak menampik kenyataan bahwa kemiskinan adalah penyebab rendahnya kualitas hidup masyarakat. Namun ia menegaskan, kemiskinan bukan alasan untuk membenarkan gizi buruk, apalagi di ibukota. 

"Saya seringkali mengunjungi masyarakat yang tinggal di kawasan miskin ibukota, rumah-rumah pemulung, pengamen jalanan. Dan hampir di semua rumah keluarga pengamen ini terutama yang memiliki balita, mereka sedia susu kental manis untuk minuman anak. Artinya di sini, ketimpangan ekonomi ini masalah, tapi masyarakat yang tidak melek gizi ini lebih bahaya,” beber Yuli. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya