Terlalu Sering Konsumsi Ikan Asin Berisiko Tinggi Picu Kanker, Ini Penjelasan Dokter Tirta
- ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
VIVA – Ikan asin terbilang menjadi salah satu jenis aneka lauk pauk yang sangat digemari bagi masyarakat Tanah Air. Hidangan olahan itu pun seolah dapat menjadi pilihan tepat untuk bersantap bagi semua kalangan, lantaran rasanya yang khas dan nikmat.
Meski demikian, sebuah analisa pernyataan penelitian jurnal kesehatan pun sempat mencuat seputar serba-serbi mengonsumsi kauk jenis ikan asin. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Ya, penuturan hasil penelitian tersebut pernah diutarakan influencer dokter Tirta yang menunjukkan adanya korelasi antara konsumsi ikan asin secara berlebihan dengan peningkatan risiko terkena kanker tertentu.
Kandungan senyawa dalam ikan asin yang diproses dan dikonsumsi secara terus-menerus diduga menjadi pemicunya.
Pekerja memasak ikan yang diasinkan di sentra pengolahan ikan asin, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa, 23 April 2019.
- ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ikan asin merupakan salah satu jenis makanan yang populer di berbagai negara, termasuk Indonesia. Rasanya yang gurih dan asin seringkali menjadi pelengkap hidangan sehari-hari.
Namun, proses pengawetan ikan melalui pengasinan dan pengeringan ternyata dapat menghasilkan senyawa kimia yang berpotensi berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam jumlah banyak dan sering.
Salah satu senyawa yang menjadi perhatian utama adalah nitrosamin. Senyawa ini terbentuk selama proses pengasinan dan pengeringan ikan, terutama ketika menggunakan garam nitrit atau nitrat sebagai bahan pengawet.
Nitrosamin telah diklasifikasikan oleh Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) sebagai karsinogenik, yang artinya memiliki potensi menyebabkan kanker pada manusia.
Peningkatan Produksi Ikan Asin
- ANTARA FOTO/Makna Zaezar
Berbagai penelitian epidemiologis telah menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi ikan asin yang tinggi dengan peningkatan risiko kanker nasofaring (kanker yang tumbuh di bagian atas tenggorokan, di belakang hidung dan di atas langit-langit mulut).
Kanker nasofaring cenderung lebih banyak ditemukan di wilayah Asia Tenggara dan Tiongkok Selatan, di mana konsumsi ikan asin juga relatif tinggi.
“Karena pengawetan ikan asin itu berlangsung pada beberapa waktu, sehingga memunculkan potensi bakteri yang mengolah si nitrosamin tersebut menjadi lebih cepat,” ungkap dokter Tirta.
“Nah ketika nitrosamin ini masuk ke dalam tubuh, maka memiliki kecenderungan menyebabkan merusak sel mukosa faring,” ujar dokter Tirta, seperti yang dilansir postingan tayangan video di akun nyinyir_update_official.