Depresiasi Rupiah Berpotensi Bikin Produsen Hadapi Hal Ini

Pengunjung pameran GIIAS 2022 di hari libur
Sumber :
  • VIVA Otomotif/Muhammad Thoifur

Jakarta, VIVA – Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat beberapa hari terakhir mulai menimbulkan kekhawatiran di sektor otomotif nasional.

Rupiah Ambruk Imbas Trump Umumkan Tarif Dagang Baru untuk RI Mulai Agustus

Situasi ini kian kompleks dengan adanya kabar pembatalan investasi triliunan rupiah di sektor ekosistem baterai oleh perusahaan asal Korea Selatan, LG Energy Solution.

Namun menurut pengamat otomotif Bebin Djuana, tekanan utama terhadap industri otomotif bukan berasal dari isu batalnya investasi baterai, melainkan dari kondisi ekonomi makro yang terus memburuk.

Rupiah Dibuka Melemah di Level Rp 16.218 per Dolar AS, Penguatan Diproyeksi Terbatas karena Ini

"Penurunan industri otomotif bukan karena pembatalan investasi baterai, tapi karena kondisi ekonomi seperti rupiah yang melemah, tingkat pengangguran, dan angka PHK yang meningkat. Itu yang jadi dasar penurunan penjualan otomotif," ujarnya saat dihubungi VIVA.

Bebin menambahkan, depresiasi rupiah berdampak langsung terhadap kenaikan harga kendaraan.

Rupiah Ambruk Lawan Dolar AS Didorong Kuatnya Data Pekerjaan di AS

Hal ini disebabkan oleh tingginya ketergantungan industri otomotif pada komponen impor dari berbagai negara.

"Kalau rupiah melemah, otomatis harga kendaraan akan naik. Komponen kendaraan itu banyak yang diimpor dari berbagai negara," tuturnya.

Pabrik Suzuki

Photo :
  • VIVA/Jeffry

Sementara dari sisi produsen, dampak pelemahan rupiah memang belum terasa secara langsung dalam penjualan. Namun, efeknya mulai muncul di sisi produksi.

Deputy Managing Director PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), Donny Saputra, mengatakan bahwa dampak depresiasi rupiah masih terbatas dalam jangka pendek.

Namun jika kondisi ini berlanjut, kenaikan ongkos produksi bisa menjadi kenyataan.

"Melemahnya nilai rupiah saat ini tidak secara langsung memberikan pengaruh kepada bisnis Suzuki dalam jangka pendek. Akan tetapi apabila kondisi ini terus berlanjut hingga beberapa bulan ke depan, bisa saja ada dampak yang mungkin terjadi," tutur Donny.

Meski model seperti XL7, Ertiga, dan Carry sudah diproduksi secara lokal, ia menegaskan bahwa sebagian bahan baku masih harus diimpor. Hal ini membuat biaya produksi tetap rentan terhadap fluktuasi mata uang.

"Contohnya seperti model yang diproduksi secara domestik, beberapa raw material-nya tidak bisa diperoleh di dalam negeri sehingga memerlukan impor," lanjutnya.

Untuk mengantisipasi, Suzuki terus meningkatkan kandungan komponen lokal agar tidak terlalu bergantung pada bahan baku impor.

Senada, Marketing Director PT Toyota-Astra Motor (TAM), Jap Ernando Demily, memastikan bahwa hingga kini belum ada penyesuaian harga mobil Toyota di Indonesia akibat fluktuasi nilai tukar.

"Hingga saat ini untuk produk Toyota yang dijual di Indonesia tidak ada kenaikan harga karena perubahan kurs," jelasnya.

Toyota juga menegaskan komitmennya untuk terus beradaptasi dengan kondisi pasar yang dinamis, dengan menjaga layanan serta harga produk tetap kompetitif di tengah tekanan ekonomi global.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya