Cak Nun: Bukan People Power, Indonesia Butuh Pemimpin Aura Pawang

Budayawan Emha Ainun Najib alias Cak Nun saat mengobrol bareng wartawan di Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 3 April 2019.
Sumber :
  • VIVA/Dwi Royanto

VIVA – Budayawan Emha Ainun Najib alias Cak Nun menganggap bahwa Indonesia kini membutuhkan pemimpin yang memiliki aura 'pawang'. Dia juga meyakini gerakan people power atau pengerahan massa besar-besaran sebagai protes tentang pemilu tak akan terjadi dan hanya menimbulkan benturan horizontal.

“People power baru bisa kalau ada pawang nasional, di mana semua kelompok merasa lega hati. Kalau hanya tokoh segmented, atau imam besar kaum muslimin Indonesia atau apa, tapi yang lain, kan, enggak mungkin ada revolusi yang berguna di situ," katanya saat mengobrol bareng wartawan di Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 3 April 2019.

Cak Nun berpandangan, Indonesia butuh pemimpin nasional yang memang benar-benar memahami kebutuhan sejarah bangsa. Bukan sekadar memenuhi selera darurat rakyat atau survivalisme warga negara belaka. Pemimpin itu ialah yang memiliki kelengkapan ilmu, kewibawaan, kebijaksanaan, kekuatan, dan jiwa pawang.

Pemimpin grup musik Kiai Kanjeng itu pun mengingatkan tentang perubahan besar bangsa Indonesia. Bagi Emha, ada empat asumsi yang bisa mengubah pola kesadaran manusia Indonesia. Pandangan itu diambil dari aspek kebudayaan bangsa sekurang-kurangnya selama 20 tahun terakhir.

“Pertama, bencana alam besar-besaran. Kedua, endemi; persebaran penyakit secara massal. Ketiga, revolusi dari pemimpinnya," ujarnya.

Revolusi dari pemimpin, Cak Nun menjelaskan, bukanlah revolusi untuk menjadi pemimpin. Karena jika terjadi revolusi untuk menjadi pemimpin, bakal terjadi gugatan pemimpin kepada bawahan.

Juga terjadinya mobilisasi besar. Revolusi dari pemimpin, katanya, kondisi seorang pemimpin yang harus dekat hati dengan rakyat sekaligus menjadi sahabat bagi rakyatnya.

"Pemimpin sudah bersahabat dengan rakyat maka lebih terkontrol, lebih tanggung jawab, dan lebih mudah melakukan sesuatu. Rakyatnya bisa mengkritik tanpa menyakiti hati pemimpin," imbuh suami Novia Kolopaking itu.

Jokowi Buka Suara soal Kandidat Ketum PPP, Dukung Amran Sulaiman?

Lalu revolusi dari presiden. Dasarnya ialah revolusi pikiran dan revolusi mental. Namun, bagi Cak Nun, revolusi itu sulit terjadi di masa sekarang. Pernah hampir terjadi saat Presiden Soeharto lengser tahun 1998. Namun ia beranggapan orang-orang yang berjuang ternyata meminta ingin menjadi menteri.

"Kita sudah ada revolusi mental, cuma enggak ngerti ternyata. Karena mental itu akibat dari formasi pikiran dan paham spiritualnya. Siapa manusia, apa hubungannya dengan alam, binatang, langit, termasuk lingkungan hidup," katanya.

Survei Indikator: 66,9 Persen Publik Tak Percaya Jokowi Palsukan Ijazah

Begitu juga dengan people power. Cak Nun beranggapan, gerakan people power tidak akan pernah terjadi. Yang ada, menurutnya, hanya mobilisasi massa dan justru bisa saja memicu konflik horizontal.

Gagasan people power sebelumnya diucapkan oleh mantan ketua MPR Amien Rais di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, pada 31 Maret 2019. Ia menyebutkan bakal ada people power ketika terjadi kecurangan Pemilu 2019. Sebab, Amien tidak percaya Mahkamah Konstitusi untuk menyelesaikan sengketa pemilu.

TPUA Keberatan Soal Penyelidikan Kasus Ijazah Jokowi Dihentikan, Bareskrim: Kami Bekerja secara Profesional
Jokowi dan Iriana saat akan tinggalkan kediaman pribadinya di Solo.

Teka-teki Penyebab Jokowi Absen Hadiri Hari Lahir Pancasila, Ternyata karena Alergi Kulit

Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi tidak hadir dalam peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila pada Senin 2 Juni 2025.

img_title
VIVA.co.id
3 Juni 2025