Pollycarpus Bebas, Kado Pahit Kasus Munir
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
"Tentu, menyakitkan bagi kami, keluarga, pendamping kolega," kata Isnur.
Dia menilai, seolah-olah negara melanggengkan impunitas bagi yang melanggar HAM. Karena, pelaku yang menurutnya kejam itu, hanya menjalani hukuman yang tidak lebih dari setengah masa hukuman.
Isnur juga mempersoalkan, hingga kini tidak ada perkembangan kasus ini. Mulai sejak Munir meninggal, 10 tahun kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga hampir lima tahun Presiden Jokowi, tidak ada perkembangan.
Otak pelaku pembunuhan Munir, lanjut dia, tidak pernah disentuh oleh pemerintah. "Dan, Jokowi turut menuliskan sejarah ini. Melanggengkan otak pelaku," kata dia.
Maka, lanjut dia, saat ini yang paling penting adalah ada iktikad baik dari Presiden Jokowi. Meski di akhir periode pertamanya, Isnur menilai masih bisa bagi Jokowi untuk mengungkap kasus Munir ini hingga ke otak pelakunya. Bukan sekedar pelaku lapangan seperti Pollycarpus.
"Karena itu, kami memohon, meminta ke Pak Jokowi di sisa akhir jabatannya, untuk mengumumkan dokumen TPF (Tim Pencari Fakta pemunuhan Munir) dan memburu pelaku-pelaku yang belum terungkap," katanya.
Peneliti senior Imparsial, Bhatara Ibnu Reza, juga menilai Presiden Jokowi harus bergerak cepat untuk turut mengungkap kasus HAM masa lalu, termasuk Munir. Karena selama ini, ia menilai elite-elite politik hanya bisa berjanji saja.
Ia juga mengutip pernyataan Jokowi, dalam pidato kenegaraannya di sidang bersama DPR/MPR 16 Agustus 2018 lalu.
"Istilah-istilah janji politik yang sudah diungkapkan elit kita kini merupakan penghinaan terhadap akal sehat kita. Ketika pemerintah mencoba mengabaikan penyelesaian pelanggaran HAM kasus Munir," tuturnya.
Berikutnya, tanggapan pemerintah>>>
Tanggapan pemerintah
Sekretaris Kabinet, Pramono Anung meminta semua pihak harus menghormati proses hukum, terkait bebas murni Pollycarpus, terpidana pembunuhan aktivis hak asasi manusia, Munir Said Thalib.
Pramono mengatakan, persoalan Pollycarpus adalah murni hukum dan sudah divonis bersalah.
"Dalam hal seperti ini, inilah yang namanya hukum kita. Yang namanya eksekutif, tidak boleh intervensi dalam persoalan hukum itu," kata Pramono, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu 29 Agustus 2018.
Dalam demokrasi di Indonesia, jelas dia, ada tiga lembaga yang saling berdiri dan tidak bisa diintervensi. Yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Semua lembaga bersifat mandiri. Maka dalam kasus Pollycarpus yang kini bebas murni, menurutnya, semua harus menghormati proses yang sudah dilalui itu.