Nasib Uber dan Grab Car di Ujung Tanduk

Demo tolak Uber dan Grab
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

VIVA.co.id – Ribuan sopir angkutan umum Jakarta mogok kerja. Mereka mengepung Balai Kota, Istana Negara dan Kementerian Komunikasi sejak Senin pagi, 14 Maret 2016.

Pemilik Toyota Boleh Sewakan Mobilnya Jadi Taksi Uber

Penumpang kebingungan, situasi Jakarta ketika itu kalang-kabut dan semrawut. Kemacetan lalu lintas terjadi di mana-mana, karena banyak jalan utama kota Jakarta yang terpaksa ditutup, mengingat unjuk rasa menggunakan badan jalan.

Di satu sisi, suara lantang teriakan para sopir yang didominasi taksi itu bergema hingga ke jalan. Orator mulai berkoar menyuarakan hatinya.

Dekati China, Apple Suntik Pesaing Uber US$1 Miliar

Para sopir ini menuntut agar pemerintah segera memblokir taksi berbasis aplikasi seperti Uber dan Grab Car, yang kini tengah menjadi 'primadona' warga Jakarta.

Salah satu pengunjuk rasa, Suyono, mengatakan, penghasilannya menurun drastis sejak taksi online beroperasi. Bila dulu bisa membawa pulang Rp100-150 ribu per hari, kini ia hanya bisa mendapatkan penghasilan Rp20-30 ribu. "Mereka bersaingnya tidak sehat, tidak memakai pelat kuning, dan argo," ujarnya.

Uber Hadirkan Fitur Pembayaran 'Sang Penolong'

Dari segi harga, taksi online dinilai tidak fair, lebih murah. Taksi-taksi itu juga menggunakan aplikasi yang tidak diketahui oleh pengemudi konvensional sepertinya. "Yang pasti mereka merugikan kami," ujarnya.

Tak puas berorasi, Ketua Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat Cecep Handoko menemui Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Usai pertemuan itu, Cecep mengatakan, pihaknya sudah sama-sama sepakat dengan pemerintah bahwa harus ada aturan yang bisa dijadikan pegangan untuk pelaku transportasi.

"Akan welcome (transportasi berbasis online jika ada aturan). Kan, kalau sudah saingan sehat dengan aturan yang sama-sama kita patuhi, pasti kita akan bersaing dengan cara kita, dengan kreativitas kita bagaimana mengelola transportasi modern di Republik Indonesia, sesuai dengan perkembangan teknologi," ujar Cecep, yang mengaku sebagai sopir bajaj ini.

Menurutnya, hal yang menjadi persoalan adalah aturannya. Sebab, saat ini angkutan pelat kuning dibebani dengan berbagai aturan. Beda dengan Grab maupun Uber yang tak dibebani aturan, sehingga mereka bisa beroperasi lebih murah. Hal itu, karena tidak ada pungutan dari aturan-aturan layaknya angkutan umum pelat kuning.

"Makanya, kalau mau equal (seimbang), ayo bikin Perpres (Peraturan Presiden), atau Inpres (Instruksi Presiden) yang tidak perlu namanya proses legislasi. Sampai nanti ada revisi Undang-undang Lalu Lintas tahun 2009," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya