Nasib Partai Ka'bah setelah Islah
Senin, 11 April 2016 - 05:39 WIB
Sumber :
- ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
“Kalau memang nanti sudah selesai, apa pun putusannya, ya, nanti kami hormati. Kalau putusan nanti diterima, bagaimana hasil muktamar ini (baca: hasil Muktamar di Asrama Haji Pondok Gede),” ujarnya.
Atas dasar itulah, Dimyati menambahkan, kubu Djan Faridz tidak mengakui muktamar yang digelar kubu Romi meski dihadiri Presiden Joko Widodo. "Jadi (Muktamar PPP) yang di Pondok Gede itu kami anggap sebagai ajang pertemuan silaturahmi saja," katanya.
Muktamar PPP di Pondok Gede itu, katanya, penuh rekayasa dan pengulangan skenario lama, termasuk penunjukan atau pemilihan aklamasi Romi sebagai ketua umum. Dimyati sedari awal sudah memperkirakan bakal dijalankan skenario aklamasi itu, yang menyerupai pola dalam Muktamar di Surabaya.
Djan pun berpendapat serupa Dimyati saat ditanya wartawan di sela-sela menghadiri Musyawarah Kerja Wilayah PPP Jawa Timur di Surabaya pada Jumat, 8 April 2016. "Saya tidak tahu Muktamar Islah apa itu yang di Jakarta," katanya.
Menteri Perumahan Rakyat era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu mengaku tidak pernah menerima undangan dari panitia Muktamar PPP kubu Romi. "Kalau terima undangan, saya pasti tidak di sini. Kalau diundang, saya pasti datang, itu wajib karena silaturrahmi," ujarnya.
Sumber masalah
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, berpendapat, kepengurusan yang sah sesuai putusan MA adalah kepemimpinan Djan Faridz. Putusan MA bersifat final dan mengikat bagi semua pihak, kubu Djan, kubu Romi, maupun Menteri Hukum dan HAM sebagai pejabat yang meresmikan kepengurusan sebuah partai politik.
Kalau pun Menteri Hukum dan HAM menolak melaksanakan putusan hukum yang sudah diterbitkan MA, semua adalah tanggung jawab dan risiko sang Menteri Yasonna Laoly.
Yusril mengibaratkan Menteri Hukum dan HAM dengan Kantor Urusan Agama (KUA), yang sesungguhnya bersifat administratif kalau seluruh syarat pengajuan pengesahan partai politik sudah terpenuhi. Ringkasnya, jika semua persyaratan administratif dan hukum sebuah partai politik sudah terpenuhi, tak ada alasan bagi Menteri Hukum dan HAM untuk menunda-nunda mengesahkannya.
Yusril mengaku teringat pengalamannya yang serupa dialami PPP, yakni saat menjabat Menteri Kehakiman, dan menangani sengketa kepengurusan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB): kubu Muhaimin Iskandar dengan kubu Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Dia mengesahkan kepengurusan PKB pimpinan Muhaimin Iskandar karena memang kepengurusan itulah yang memenuhi syarat dan ketentuan hukum.
Halaman Selanjutnya