Ingat, KBRI dan KJRI Bukan Agen Perjalanan
- Istimewa
Belakangan Wahyu membantah surat tersebut. "Saya sama sekali enggak tahu buatan surat itu dan saya enggak buat surat itu. Selama saya di Australia, enggak ada satu pun saya pakai fasilitas pemerintah, dalam hal ini Konjen," ujar Wahyu saat jumpa pers pada 4 April 2016.
Sementara, anggota Komisi I DPR RI dari Partai Gerindra Rachel Maryam, membenarkan dia meminta Duta Besar RI untuk Prancis memfasilitasi akomodasi selama dia dan keluarganya mengunjungi Paris pada 20 hingga 24 Maret 2016. Ketika dikonfirmasi, anggota Komisi I itu mengakui dirinya meminta bantuan selama berada di sana.
"Memang saya minta dibantu untuk difasilitasi untuk dicarikan kendaraan buat saya dan keluarga selama di sana," kata Rachel pada 1 April 2016. "Tapi biaya atas tanggungan saya pribadi," katanya menambahkan.
Sudah bukan rahasia jika ada pejabat yang berkunjung ke luar negeri, maka pihak KBRI yang berada di negara tersebut akan menjadi sasaran mereka. Mereka umumnya diminta bantuan untuk menyediakan fasilitas mulai penjemputan, penyediaan kendaraan, penginapan, dan lain lain. Kebocoran informasi soal permintaan fasilitas dari Wahyu Dewanto, Rachel Maryam, dan sekarang Fadli Zon mengungkap itu semua.
Namun, alih-alih merasa salah, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon justru mempertanyakan apa tugas KBRI dan KJRI jika bukan untuk melayani WNI yang berada di luar negeri. "Kalau KBRI-KJRI tidak melayani orang Indonesia, layani siapa di sana? Sebagai pembayar pajar, mereka itu (KBRI-KJRI) digaji oleh rakyat. TKI saja harus dilayani," ujar Fadli di DPR, Jakarta, Selasa, 28 Juni 2016.
Fadli juga membantah bahwa ia dan anaknya meminta fasilitas negara. "Dalam hal ini, saya tidak (meminta fasilitas negara). Harusnya mereka membantu WNI, apalagi dalam kasus-kasus tertentu yang memerlukan dukungan, seperti kasus anak saya. Tapi tidak meminta fasilitas apa pun," ujarnya. Fadli mengaku, pemberitahuannya pada KJRI New York tentang kegiatan anaknya justru menjadi upaya untuk memenuhi imbauan Kementerian Luar Negeri RI agar melakukan lapor diri bagi WNI yang melakukan kunjungan ke luar negeri.
Tapi, berdasarkan UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 18, Warga Negara Indonesia yang wajib lapor adalah mereka yang pindah ke luar negeri dan berstatus menetap di luar negeri. Pasal tersebut berbunyi, "WNI yang pindah ke luar negeri dan berstatus menetap di luar negeri wajib melaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) sejak kedatangan. Berdasarkan pasal tersebut, jelas yang dimaksud adalah WNI yang pindah atau menetap ke luar negeri, jadi bukan WNI yang melakukan kunjungan singkat seperti anak Fadli Zon.