Prancis dan Serangan Teror Tanpa Akhir
- REUTERS/Charles Platiau
Lalu pada 15 Juli 2016, ketika rakyat Prancis sedang merayakan Hari Nasional Prancis yang dikenal sebagai Bastille Day, serangan teror kembali terjadi. Pelaku teror bernama Mohamed Lahouaiej Bouhlel, berusia 31 tahun. Dengan menggunakan truk besar merek Renault Midlum, pelaku tunggal itu nekat menerobos kerumunan 30 ribu massa. Tak ayal, 84 orang tewas seketika dan 150 orang lainnya luka-luka.
Jelang Pemilu
Aksi teror terakhir ini terjadi menjelang pemilihan Presiden Prancis yang akan digelar pada Minggu, 23 April 2017. Menurut Reuters, pemilihan presiden kali ini sangat sulit diprediksi. Dari 11 kandidat yang mengikuti pilpres, empat kandidat teratas bersaing ketat dengan selisih suara sangat tipis antar mereka. Dua kandidat peraih suara terbanyak akan diadu lagi pada putaran kedua yang akan digelar pada 7 Mei 2017.
Diberitakan oleh France24, penembakan pada polisi ini terjadi saat seluruh kandidat capres sedang melakukan kampanye program di stasiun televisi. Seharusnya, masih ada satu putaran kampanye lagi sebelum pemilihan presiden dilakukan. Namun sebagian besar kandidat sepakat untuk membatalkannya. Â
"Dalam konteks aksi teror terbaru, tidak ada alasan untuk melanjutkan kampanye. Kita harus menunjukkan solidaritas kita dengan kepolisian," tutur kandidat konservatif, Francois Fillon seperti dikutip Reuters, Jumat, 21 April 2017.
Fillon termasuk salah seorang kandidat yang juga populer. Posisinya berada di peringkat ketiga setelah Emmanuel Macron dan Marine Le Pen. Fillon selalu mengampanyekan sikap anti-terorisme. Ia mengatakan, pertarungan melawan "totaliterisme Islam" harus menjadi prioritas presiden Prancis berikutnya.
"Pertarungan untuk kebebasan dan keamanan orang Prancis ini harus menjadi prioritas pemerintah berikutnya, ini akan memerlukan tekad yang pantang menyerah dengan kepala tetap dingin. Radikal Islam menantang nilai dan kekuatan karakter kita," ujarnya.
Fillon, yang selama kampanye selalu mengedepankan keamanan negara dari kelompok garis keras, menegaskan, "Kami berperang, tidak ada alternatif, ini kami atau mereka." Dengan tegas ia bahkan menyatakan, bahwa jika ia menjadi presiden, maka prioritas kebijakan luar negerinya adalah menghancurkan ISIS.
Presiden AS Donald Trump bahkan mengatakan, aksi teror ini akan memberi pengaruh besar pada proses pemilihan Presiden Prancis.