Jahanam Baru Flakka
- VIVA.co.id/Istimewa
"Kalau yang lalu kita masih ragu-ragu, tapi kemarin kita sudah nyatakan bahwa flakka sudah masuk ke Indonesia," ujar pria yang akrab disapa Buwas itu.
Dia sependapat bahwa flakka memiliki efek yang sangat luar biasa. Bahkan bisa membuat pemakai hilang kesadaran, seperti orang kesurupan.
Untuk itu, mantan Kabareskrim itu terus mengingatkan seluruh elemen masyarakat, baik dari kementerian atau lembaga maupun masyarakat, bersinergi memerangi narkoba.
"Karena ini sudah mulai masuk, kita harus antisipasi terhadap ancaman yang sekarang beredar. Dan ini pasti para pengedar dan pemakai adiktif mencari Flakka ini," kata dia.
Sementara itu, seolah tak ingin berlama-lama, aparat Kepolisian Sektor Mandonga, Kota Kendari, bergerak cepat dengan menangkap seorang perempuan berinisial ST di Jalan Kemuning, Kelurahan Watuwatu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, pada Rabu malam. Dia disangka mengedarkan obat jenis PCC yang menewaskan tiga remaja dan mencelakai 50 lainnya.
Tersangka ST diringkus saat hendak melancarkan aksinya mengedarkan obat PCC, yang reaksinya menyerupai Flakka. Polisi menyita ribuan butir obat dari perempuan berusia 39 tahun itu. [Baca selengkapnya di sini].
Peran orangtua, sekolah dan masyarakat
Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika atau Granat, Henry Yosodiningrat, juga turut menyampaikan pendapatnya mengenai beredarnya narkoba termasuk yang jenis flakka ini. Dia tidak membantah peredaran gelap penyalahgunaan narkoba sudah terjadi secara masif. Narkoba berbagai jenis beredar di mana-mana, merata di seluruh Indonesia.
"Tidak ada satu kecamatan pun, bahkan saya berani bilang desa, tidak ada satu pun desa yang aman," kata dia kepada VIVA.co.id, Kamis, 14 September 2017.
Dia menekankan peredarannya sudah bukan di kota-kota besar lagi melainkan di pedalaman, kampung-kampung. Dari anak-anak yang nggak punya uang sampai pakai kotoran kerbau.
"Apa itu, jamur ya," ujarnya.
Henry menegaskan saat ini Indonesia sudah dalam kondisi darurat narkoba. Oleh karena itu, peraturan perundangan yang ada yaitu Undang-Undang tentang Narkotika, tidak mampu untuk mengatasinya.
Dari 155 pasal tentang narkotik, lanjut dia, hanya sekitar 30-an pasal yang memberi kewenangan ke BNN untuk menyelamatkan bangsa. Selebihnya adalah kewenangan Kementerian Kesehatan dan Badan POM.