Cinta Laura Gak Malu Nikah Tua Demi Jadi Ibu yang Lebih Baik dan Menghentikan Generasi Trauma
- IG @claurakiehl
VIVA – Menjalani pernikahan di usia yang sangat matang, untuk sebagian besar orang Indonesia sering jadi pergunjingan. Namun, Cinta Laura memiliki pandangan yang sangat istimewa jika suatu saat nanti dia menikah di umur yang sudah tua.Â
Seperti diketahui, saat ini Cinta Laura genap berusia 31 tahun. Di usia kepala tiga, Cinta Laura merasa santai belum berumah tangga. Di tengah derasnya pertanyaan dan tekanan sosial tentang kapan menikah dan berkeluarga, Cinta Laura dengan bangga menyatakan pendiriannya. Baginya, pernikahan dan memiliki anak di usia yang dianggap "tua" oleh masyarakat bukanlah hal yang memalukan, melainkan sebuah pilihan sadar yang didasari oleh pemikiran mendalam tentang kesiapan menjadi seorang ibu dan dampaknya pada generasi mendatang.
"Dari dulu walaupun orang selalu nanya kapan mau nikah, kapan mau punya keluarga, I have never felt any sort of pressure," tegas Cinta. Keberaniannya untuk menunda pernikahan bukan karena ia tidak peduli, melainkan karena ia memiliki visi yang jelas tentang perannya sebagai calon ibu.
"Dengan bangga saya mengatakan sama sekali tidak malu kalau suatu hari nanti aku menikah dan punya anak di usia yang masyarakat anggap tua," katanya. Alasan di baliknya sangat kuat: "When I choose to settle down, I'd be a much better mother karena saya bisa mendisiplinkan dan mendidik anak saya." Ini adalah sebuah pernyataan tentang prioritas pada kualitas pengasuhan, yang hanya bisa dicapai dengan kematangan diri.
Cinta juga menghubungkan pilihannya ini dengan isu yang lebih luas: trauma generasi (generational trauma). Ia menyoroti bahwa di banyak negara, ketika perempuan dikekang dan tidak diizinkan berkembang serta mengeksplorasi hidup mereka, dampaknya justru menimpa anak-anak. "Dan di situlah generasi trauma terjadi," jelasnya. Dengan demikian, keputusan Cinta untuk menunggu dan memaksimalkan potensi dirinya sebelum berumah tangga, adalah sebuah investasi tidak hanya untuk kebahagiaannya sendiri, tetapi juga untuk memutus siklus trauma dan memastikan ia bisa mendidik anak-anaknya dengan cara yang paling optimal.
