Di Ujung Jalan, The Special One Pulang ke Rumah
- AP Photo/Omar Havana
VIVA – Ada masa ketika nama Jose Mourinho seakan jadi jawaban atas segala krisis klub sepak bola. Manajer asal Portugal ini bukan hanya pelatih, tapi juga simbol perubahan. Ia datang membawa trofi, membangun mental juara, dan menghadirkan sorotan dunia ke klub yang dilatihnya.
Julukan The Special One lahir bukan tanpa alasan. Mourinho pernah menggebrak dunia dengan gelar Liga Champions bersama Porto, lalu menorehkan era kejayaan bersama Chelsea, Inter Milan, hingga Real Madrid. Di mata banyak orang, Mourinho identik dengan kemenangan, gengsi, dan cerita besar.
Namun, waktu berjalan. Kini di usia 62 tahun, sinar Mourinho mulai meredup. Ia tetap keras kepala, tetap penuh emosi, tetap blak-blakan di pinggir lapangan. Tapi semua itu kini lebih sering dianggap sebagai beban daripada kekuatan. Konflik dengan wasit, pemain, bahkan pemilik klub sudah seperti siklus yang berulang dalam kariernya.
Hal itu kembali terlihat saat Fenerbahce memutuskan berpisah dengannya akhir Agustus lalu. Mourinho gagal meloloskan tim ke Liga Champions. Ada kontroversi transfer, ada sanksi, ada larangan mendampingi tim. Bedanya, kali ini tidak ada trofi yang jadi pembelaan. Fenerbahce hanya finis sebagai runner-up.
Rumor sempat menyeret namanya kembali ke Premier League. Membayangkan Mourinho lagi di tepi lapangan Inggris tentu mengundang nostalgia. Namun, Nottingham Forest memilih jalan lain dengan menunjuk Ange Postecoglou. Mourinho pun kembali menatap tanah kelahirannya.
Kabar terbaru menyebut ia selangkah lagi kembali ke Benfica, klub yang 25 tahun lalu sempat ia latih meski hanya bertahan sembilan laga. Mungkin di situlah, di Lisbon, Mourinho akhirnya bisa menutup lingkaran panjang perjalanannya.
Meski masih punya gengsi besar, gaya permainan Mourinho yang cenderung defensif dianggap tak lagi sejalan dengan sepak bola modern. Publik mengingat trofi terakhirnya hanyalah UEFA Conference League bersama AS Roma.
Kepulangan ke Benfica pun dipandang bukan sekadar karier, melainkan persiapan menuju mimpi terbesarnya: melatih tim nasional Portugal. Mourinho sudah berulang kali bicara soal ambisi itu. Jika benar jadi ke Benfica, mungkin inilah babak akhir dari kisah The Special One di level klub sebelum pulang penuh ke negaranya.
Dan bila itu terjadi, Mourinho bukan lagi sekadar pelatih dengan catatan trofi. Ia adalah cerita tentang kejayaan, kontroversi, dan perjalanan panjang seorang manusia yang pernah mengguncang sepak bola dunia.
