Gagal Total di Indonesia Open 2025, PBSI Kembali Disorot

Tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie
Sumber :
  • Bradley Collyer/PA via AP

VIVA – Kegagalan demi kegagalan kembali membayangi dunia bulutangkis Tanah Air. Di ajang Indonesia Open 2025, tak satu pun gelar berhasil dibawa pulang. Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) pun kembali menjadi sorotan tajam, baik dari kalangan pencinta olahraga hingga netizen.

PB Djarum Gelar Audisi 2025, Talenta Muda Diincar Langsung oleh Legenda Bulutangkis Indonesia

Satu-satunya harapan Indonesia di final, pasangan ganda putra Sabar Karyaman Gutama/Moh Reza Pahlevi Isfahani, harus mengakui keunggulan pasangan Korea Selatan Kim Won Ho/Seo Seung Jae. Dalam pertandingan tiga gim, Sabar/Reza tumbang dengan skor 21-18, 19-21, dan 12-21.

Kekalahan ini melengkapi daftar hasil mengecewakan dari para pemain unggulan lainnya seperti Jonatan Christie, Putri Kusuma Wardani, Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi, Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari, hingga Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto yang lebih dulu tersingkir sebelum mencapai babak final.

Mohammad Ahsan Ramaikan Turnamen Epic Badminton Cup 2025

Kegagalan Beruntun, PBSI Dikritik Keras

Tak pelak, rentetan hasil minor ini memicu kritik keras dari berbagai pihak. "Hasil ini menambah daftar panjang kegagalan tim bulutangkis Indonesia di berbagai turnamen sejak awal tahun. Siapa yang harus bertanggung jawab?" ujar Iwan, seorang penggemar bulutangkis.

Menyiapkan Generasi Emas Bulutangkis Indonesia di Kudus

Ia menyoroti bahwa sepanjang semester pertama 2025, tim Merah Putih baru mengoleksi dua gelar juara, itu pun dari turnamen level BWF Super 300. Gelar tersebut diraih pasangan ganda putri Lanny Tria Mayasari/Siti Fadia Silva Ramadhanti di Thailand Masters dan pasangan ganda campuran Jafar Hidayatullah/Felisha Alberta Nathanael Pasaribu di Taipei Open.

Di ajang prestisius seperti All England 2025 dan Kejuaraan Asia 2025 di Ningbo, Tiongkok, Indonesia juga pulang tanpa gelar. Capaian terbaik hanya sampai babak semifinal.

Ironi Di Tengah Kepengurusan Bertabur Legenda

Ironisnya, kepengurusan PBSI saat ini justru diisi oleh para legenda bulutangkis nasional. Sebut saja Taufik Hidayat, Ricky Subagja, Eng Hian, hingga Yuni Kartika, yang kini duduk dalam struktur pimpinan di bawah Ketua Umum Fadil Imran.

Namun kehadiran para legenda ini belum berdampak signifikan terhadap prestasi atlet. Bahkan sebaliknya, tren kemunduran semakin terasa.

"Bukannya meningkat, justru prestasi menurun. Padahal pengurusnya legenda semua. Ada yang nggak beres ini," tambah Iwan, geram.

Pemain Mundur, Pelatih Tinggalkan Pelatnas

Kondisi internal PBSI pun tampak semakin rapuh. Beberapa pemain andalan seperti Jonatan Christie dan Chico Aura Dwi Wardoyo memutuskan mundur dari Pelatnas. Sementara Anthony Sinisuka Ginting dan Gregoria Mariska Tunjung masih diragukan tampil akibat kondisi kesehatan.

Tak hanya pemain, pelatih top seperti Herry IP, sosok di balik suksesnya Kevin/Marcus, juga memilih hengkang dan kini melatih di Malaysia. Situasi ini tentu makin menambah keprihatinan publik.

PBSI juga dinilai kerap salah strategi dalam menentukan turnamen, hingga berdampak pada inkonsistensi performa atlet. Negara-negara seperti Malaysia, Thailand, bahkan Singapura pun mulai mengejar dan melewati Indonesia dari sisi prestasi.

Regenerasi Mandek, Sport Science Tak Maksimal

Sorotan tajam juga mengarah pada lambannya regenerasi atlet, khususnya di sektor tunggal putra dan putri. Negara seperti India dan Chinese Taipei justru dinilai berhasil mencetak generasi baru yang menjanjikan.

Padahal, Indonesia punya ajang seperti Sirkuit Nasional (Sirnas) yang bisa menjadi ladang pembibitan. Namun sayangnya, banyak pemain yang tampil apik di level junior, justru melempem ketika naik ke senior.

Di sisi lain, aspek psikologi, mental bertanding, dan pengembangan sport science juga disebut belum maksimal. Hal ini turut menjadi penyebab menurunnya performa atlet di berbagai turnamen penting.

Evaluasi Menyeluruh Diharapkan

Kegagalan demi kegagalan sepanjang 2025 menjadi peringatan serius bagi PBSI. Banyak pihak menilai bahwa kepengurusan sebelumnya bahkan lebih baik dari yang sekarang, setidaknya dari segi raihan prestasi.

“Yang dibutuhkan sekarang bukan sekadar nama besar di pengurus, tapi pembinaan jangka panjang, sport science yang kuat, serta mentalitas juara yang harus ditanamkan sejak dini,” pungkas Iwan.

Publik berharap, PBSI segera melakukan evaluasi menyeluruh. Sebab jika kondisi ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan semakin tertinggal dari negara-negara pesaing di kancah bulutangkis dunia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya