Polemik Borobudur: Ini Perbedaan Eskalator dan Chairlift yang Perlu Kamu Tahu

Ilustrasi-Candi Borobudur
Sumber :
  • Antara/Andreas Fitri Atmoko

Jakarta, VIVA – Belakangan ini publik diramaikan oleh polemik seputar wacana pembangunan fasilitas bantu naik di Candi Borobudur, situs warisan dunia UNESCO yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Munculnya informasi simpang siur di media sosial tentang pemasangan eskalator memicu kecemasan dan kritik dari masyarakat yang khawatir akan terganggunya keaslian struktur bangunan bersejarah tersebut.

Heboh Kisruh di Industri Musik, Rian D'Masiv Sudah Ingatkan Ini Sejak Awal 2024

Namun, pemerintah melalui Menteri Kebudayaan Fadli Zon telah memberikan klarifikasi bahwa tidak ada eskalator yang dibangun di Borobudur, melainkan chairlift atau kursi bantu naik, khusus untuk memfasilitasi lansia, penyandang disabilitas, dan tamu kenegaraan. Lantas, sebenarnya apa perbedaan antara eskalator dan chairlift? Mengapa masyarakat perlu memahami istilah ini agar tidak salah paham?

Simak penjelasan berikut ini:

Hadapi Tantangan Sektor Tambang, Pemerintah dan Industri Diminta Harus Terus Berbenah

1. Apa Itu Eskalator?

Ilustrasi tangga berjalan atau eskalator.

Photo :
  • Youtube
Jawaban Menohok Fadli Zon soal Kritik Stairlift Borobudur

Eskalator adalah tangga berjalan otomatis berbentuk sabuk tangga yang bergerak secara terus menerus ke atas atau ke bawah. Umumnya, eskalator dipasang di pusat perbelanjaan, stasiun, bandara, atau fasilitas umum modern lainnya yang memungkinkan mobilitas manusia dalam jumlah besar dan waktu cepat.

Ciri-ciri utama eskalator:

  • Berupa tangga datar atau menanjak yang bergerak terus-menerus.
  • Dibangun secara permanen dan memerlukan struktur instalasi besar.
  • Biasanya digunakan untuk mengangkut banyak orang sekaligus.
  • Tidak cocok untuk bangunan bersejarah karena berisiko merusak struktur asli.

Pemasangan eskalator membutuhkan modifikasi struktur bangunan yang cukup signifikan, dan jelas tidak ideal untuk situs cagar budaya seperti Candi Borobudur.

2. Apa Itu Chairlift?

VIVA.co.id saat mengunjungi Hakuba Ski Jumping, Jepang

Photo :
  • VIVA.co.id/Zaky Al-Yamani

Chairlift, atau disebut juga kursi bantu naik, adalah sistem pengangkut berupa kursi tunggal atau ganda yang digerakkan oleh rel atau kabel. Chairlift umumnya digunakan di area pegunungan atau tempat wisata yang memiliki jalur menanjak, serta kini dimodifikasi sebagai alat bantu naik untuk lansia atau disabilitas di gedung bertingkat atau situs tertentu.

Ciri-ciri utama chairlift:

  • Berupa kursi tunggal atau dua orang yang bergerak naik turun menggunakan rel atau kabel.
  • Non-permanen, bisa dipasang dan dibongkar dengan mudah.
  • Dibuat untuk individu, bukan massal.
  • Tidak memerlukan perubahan struktural bangunan.
  • Cocok untuk situs warisan budaya karena bisa dipasang tanpa merusak bangunan.

Pemerintah memastikan bahwa chairlift yang direncanakan di Candi Borobudur bersifat sementara, tidak melibatkan paku, bor, atau material invasif lainnya. Bahkan sistem ini sudah lazim digunakan di banyak situs budaya dunia seperti Parthenon di Yunani, dan Basilika Santo Petrus di Italia.

3. Mengapa Chairlift Digunakan di Candi Borobudur?

Kawasan Candi Borobudur.

Photo :
  • Teguh Joko Sutrisno

Tujuan pemasangan chairlift di Borobudur bukan untuk memodernisasi candi, melainkan untuk menghadirkan aksesibilitas dan inklusivitas, terutama bagi:

  • Penyandang disabilitas yang sulit menaiki tangga curam.
  • Lansia atau biksu senior saat perayaan agama seperti Hari Waisak.
  • Tamu negara yang memiliki waktu terbatas dan kondisi fisik terbatas.

Menteri Kebudayaan menegaskan bahwa langkah ini diambil dengan prinsip konservasi yang ketat, sesuai dengan UU Pelestarian Cagar Budaya, dan telah dikaji oleh para ahli serta dilakukan dengan pengawasan penuh dari lembaga pelestarian.

4. Mengapa Masyarakat Perlu Cermat Membedakan Istilah?

Perbedaan istilah seperti eskalator dan chairlift tampaknya sepele, namun berdampak besar pada opini publik. Misinformasi di media sosial membuat banyak orang mengira Candi Borobudur akan "dimodernisasi" secara drastis dengan teknologi yang tidak pantas. Padahal, kenyataannya jauh berbeda.

Dengan memahami istilah dan teknologi yang digunakan, masyarakat bisa:

  • Menilai kebijakan dengan objektif.
  • Tidak mudah terpancing isu provokatif.
  • Mendukung upaya pelestarian yang adaptif dan berwawasan inklusi.

5. Borobudur, Warisan Dunia yang Harus Dirawat dan Diakses Semua Kalangan

Candi Borobudur [Humas InJourney]

Photo :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Candi Borobudur bukan hanya monumen sejarah, tapi juga tempat ibadah dan refleksi spiritual bagi umat Buddha dari seluruh dunia. Maka dari itu, upaya membuka akses bagi semua golongan—tanpa merusak situs—perlu diapresiasi.

Pemasangan chairlift bukan bentuk perusakan, melainkan langkah maju untuk menjadikan warisan budaya ini ramah disabilitas dan inklusif. Namun, pemerintah juga dituntut untuk terus menjaga transparansi, sosialisasi, serta memastikan bahwa setiap keputusan melibatkan para ahli dan komunitas lokal.

FAQ Tentang Eskalator dan Chairlift

Q: Apakah chairlift bisa merusak struktur Candi Borobudur?
A: Tidak. Chairlift yang direncanakan bersifat non-permanen dan tidak merusak struktur karena tidak menggunakan paku atau bor.

Q: Apakah chairlift bisa digunakan oleh pengunjung umum?
A: Prioritasnya untuk penyandang disabilitas, lansia, dan biksu senior. Namun implementasinya dapat dikembangkan tergantung kebijakan.

Q: Mengapa eskalator dianggap tidak cocok untuk situs budaya?
A: Karena permanen, memerlukan modifikasi besar, dan berpotensi merusak bangunan bersejarah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya