Rumah yang Bersahabat untuk Badak, Mungkinkah?

Sungai Cigenter merupakan sungai yang terdapat dalam Pulau Handeuleum, sebuah pulau kecil di gugusan Pulau Taman Nasional Ujung Kulon.
Sumber :

Badak Sumatera

Berbeda dengan Badak Jawa, Badak Sumatera memiliki dua cula. Ciri fisik lainnya yaitu memiliki banyak sekali rambut di seluruh bagian tubuhnya sehingga disebut badak berambut. Selain itu, telinganya besar dan warna kulitnya cokelat atau kemerahan. Satwa yang memiliki nama ilmiah Dicerorhinus sumatrensis ini senang menjelajah dan pemakan buah-buahan, ia juga senang menyendiri.

Keberadaan mamalia herbivora ini sebenarnya tidak kalah terancam dengan Badak Jawa. Populasinya di alam liar kurang dari 200 ekor, itu pun daerah persebarannya tidak banyak. Saat ini, titik yang memungkinkan untuk Badak Sumatera menciptakan generasi baru hanyalah di Sumatera karena di kawasan Kalimantan dikhawatirkan sudah punah karena satwa ini tidak lagi ditemukan disana.

Hal ini membuat status Badak Sumatera tak berbeda dengan Badak Jawa, kondisinya sangat terancam punah menurut lembaga yang mengawasi perkembangan konservasi di dunia, IUCN.

Tidak jauh berbeda dengan Badak Jawa dan seluruh hewan langka yang terdapat di Indonesia, ancaman terbesar populasi Badak Sumatera yang terus menyusut ialah hilangnya lahan demi keserakahan manusia dan perburuan cula yang tidak terkontrol. Karena paham masyarakat Indonesia yang masih erat dengan pola konservatif, badak diburu untuk diambil culanya.

Masyarakat percaya cula badak ampuh untuk menyembuhkan berbagai penyakit dan bagian tubuhnya pun juga manjur sebagai ramuan obat-obatan tradisional. Selain itu, diyakini bagian tubuh badak bernilai jual sangat tinggi terutama bagi kolektor pemburu benda langka sehingga jumlah badak di habitatnya sangat terancam.

Belajar Mengulik Kuliner dari Pak Bondan

Mungkinkah Menciptakan Rumah Aman untuk Badak?

Bagi orang yang menyayangi hewan dan masih peduli akan nasib kesejahteraan satwa di Indonesia, pasti akan menyadari bahwa 22 September lalu bukan hari yang biasa saja tanpa makna. Ya, 22 September diperingati sebagai Hari Badak Sedunia. Hari tersebut bukan memperingati memori penting, namun merupakan momentum penting apakah badak; satwa yang kharismatik ini masih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan generasi muda selanjutnya.

Seperti uraian yang telah dijelaskan di atas, kondisi badak sangat memprihatinkan. Kian ironi karena badak juga terancam bahkan di negara yang digadang sebagai surganya ekosistem dunia. Koloni badak tergilas oleh pertumbuhan penduduk yang semakin pesat dari tahun ke tahun sehingga ekosistem harus dikorbankan atas nama pembangunan.

Hutan yang dikatakan sebagai paru-paru dunia menipis dan diubah menjadi banyak hal: hunian manusia, perkebunan dan beragam kepentingan lain yang seringkali menyingkirkan lingkungan yang lestari. Memaksa badak dan satwa lain untuk mundur atau bahkan hilang sama sekali dari peredaran.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya