Menelusuri Jejak Sang Megafauna Kharismatik

Ujung Kulon
Sumber :
VIVA.co.id
Edu House Rayakan Harlah ke-8
- Sebagai apresiasi terhadap para pemenang lomba menulis "Bagaimanakah Rumah yang Nyaman untuk Badak?” yang diselenggarakan oleh ceritaanda.viva.co.id dan WWF-Indonesia, serta lomba kepenulisan jurnalistik "Rumah Kedua Badak", WWF-Indonesia mengajak para pemenang lomba untuk melakukan kunjungan lapangan ke Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), yang namanya secara cepat mengingatkan kita akan keberadaan megafauna karismatik, sang badak bercula satu.

Detik-detik Jelang Terbitnya Buku Terbaru Pidi Baiq

Kunjungan lapangan berlangsung selama tiga hari, sejak tanggal 09 hingga 11 November 2015. Peserta kunjungan lapangan tersebut di antaranya adalah Mas Bayu (Kompas), Mas Ari (Banten Post), Mas Naufal (Satelite News), Mba Bintang (Media Indonesia), Mba Friska (discoveryourindonesia.com), Mba Sekar (National Geographic), Mba Dian (VIVA.co.id), dan pihak WWF-Indonesia, yaitu Mba Yoan, Mba Nike, Mas Imung, Mas Andri, Mba Indrayati, Mba Lala, Ganjar (fress graduate Untirta, pemenang ketiga lomba menulis Cerita Anda), Rifqi (fress graduate IPB, pemenang kedua), dan saya sendiri Jamal (Unsoed, sebagai pemenang pertama).
Sensasi Keripik Rasa Paru dari Daun Singkong


Kegiatan diawali dengan mengunjungi kantor WWF Ujung Kulon, dilanjutkan dengan mengunjungi Balai TNUK untuk berbincang-bincang dengan kepala balai. Kami mendengarkan cerita perjalanan upaya konservasi Badak Ujung Kulon, permasalahan yang tengah dihadapi, dan upaya yang akan dilakukan. Mulai dari perluasan habitat yang dikenal dengan istilah Proyek Jeriska (JRSCA), hingga rencana penyiapan rumah kedua untuk badak sebagai upaya memperbanyak kantong populasi, serta menghindarkan badak dari kepunahan jika terjadi hal yang tidak diinginkan di Ujung Kulon seperti tsunami.

Perjalanan dilanjutkan dari Balai TNUK, Labuan, Serang, menuju Semenanjung Ujung Kulon, satu-satunya wilayah di dunia tempat adanya  badak bercula satu. Perjalanan melewati jalur darat, lalu menggunakan kapal masyarakat menuju resort di Pulau Handeuleum, tempat peserta kunjungan lapangan berdiskusi dan beristirahat hingga hari berganti.

Hari selanjutnya, canoing menjadi hal yang menyenangkan, terlebih karena ini adalah pengalaman pertama saya. Duduk di dalam perahu kano, mendayung menyusuri Sungai Cigenter, tempat badak cula satu pertama kali terlihat. Vegetasi hutan di pinggiran sungai sangat lebat dan alami. Di perjalanan kami dapat menyaksikan sepasang burung Rangkong terbang dari satu pohon ke pohon lain, seekor iguana berjemur di atas batang pohon patah yang mengapung di sungai, dan seekor ular phyton yang bertengger di pohon. Di sinilah kami menemukan jejak badak yang pertama, yaitu berupa bekas jejak kaki, sepertinya badak telah lebih dulu menikmati air tenang Sungai Cigenter dibanding kami.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya