Ini Sebab Industri Kreatif Daerah Sulit Mendunia
- VIVA.co.id/ Tudji Martudji/ Surabaya
VIVA.co.id – Rike Wulandari (32 tahun) tampak mahir melukiskan canting batiknya pada selembar kain putih di pangkuannya.
Di depannya, tinta dari bahan lilin halus yang sudah mencair terpanggang pada semacam wajan kecil. Ujung canting mengikuti garis gambar dahan penuh daun.
Rike tak sendiri. Bersamanya membatik pula tiga teman lainnya dari rumah batik Rolla Jember di Pendapa Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin siang, 18 April 2016.
Mereka sengaja diundang pemerintah kabupaten sebagai suguhan kerajinan untuk menyambut kedatangan Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa.
Sederet dengan para pembatik itu, tiga orang tengah menganyam irisan bambu untuk membuat topi dan tempat penganan. Pengrajin tersebut berasal dari Kelompok Makmur Jaya, Sumber Sari, Jember.
Rike mengatakan, rumah batik tempat ia bekerja memproduksi kain batik khas Jember. Ciri khas batik Jember warnanya cerah dan motifnya yang khas, yakni motif daun cokelat kakao, tembakau, dan kopi.
"Walaupun gambarnya ada yang lain, sepeda misalnya, tetap ada gambar salah satu dari tiga daun itu," ucapnya.
Di Jember, kata wanita berjilbab itu, batik Rolla sudah dikenal. Bukan hanya dari Jember, banyak dari luar daerah, bahkan turis asing pernah mengunjungi rumah batiknya untuk belajar membatik.
"Batik kami juga dipasarkan di Vietnam dan Malaysia," ujarnya.
Di pasaran, harga batik Rolla Jember dibanderol beragam. Untuk batik tulis tangan, harganya antara Rp750 ribu sampai Rp1,5 juta per lembar kain.
Sedangkan untuk batik semi tulis seharga Rp250-350 ribu per lembar kain. "Kalau batik cetakan Rp110 ribu," kata Rike.
Pembatik di Jember masih mujur, karena bisa mengekspor produk lokalnya ke beberapa negara di Asia Tenggara. Tapi, tidak dengan pengrajin tangan berbahan bambu.
Mereka hanya mampu memasarkan produknya di daerah Jember. Paling jauh hanya bisa masuk ke Bali.
Kenapa demikian? Sebab, mereka hanya mengolah dan menganyam. Karya mereka memang dipasarkan hingga ke Korea.
Tapi, itu dijual oleh pabrik mitra perajin rumahan setelah dikemas apik. "Pabrik rutin memesan 500 buah produk kami," kata Suroso, ketua kelompok pengrajin bambu, Makmur Jaya.