Gelar Tur di Xinjiang, China Dinilai Ingin Hapus Jejak Pelanggaran HAM Terhadap Uighur
- Radio Free Asia
Pihak berwenang di Xinjiang telah menahan sekitar 1,8 juta warga Uighur dan Muslim Turki lainnya di kamp-kamp konsentrasi, menghancurkan ribuan masjid, dan melarang bahasa Uighur di sekolah dan kantor pemerintah.
Kini Tiongkok berdalih kamp pendidikan tersebut telah ditutup dan menolak kebijakan apa pun untuk menghapus budaya Uighur.
“Melalui program perjalanan yang telah diatur, pemerintah Tiongkok menyebarkan narasi bahwa warga Uighur menjalani kehidupan yang bahagia untuk menutupi pelanggaran hak asasi manusia yang parah yang dilakukan Beijing di Xinjiang,” tutur AB Solissa.
VIVA Militer: Tindakan represif militer China terhadap etnis Muslim Uighur
- Amnesty International
Penyebaran propaganda dan upaya Tiongkok untuk meningkatkan citra Xinjiang, telah memicu kritik dari kelompok hak asasi manusia.
Staf hukum dan program di Human Rights Foundation, Claudia Bennett mengatakan kunjungan yang diatur tersebut, menyembunyikan kenyataan pahit dari pemisahan keluarga secara paksa, penahanan sewenang-wenang terhadap jutaan orang di kamp konsentrasi atau kerja paksa, dan ribuan warga Uighur yang tinggal di pengasingan dan secara paksa kehilangan kewarganegaraan.
“Bannett menyebut dalam upaya strategis untuk melegitimasi penjajahannya di wilayah Uighur, Partai Komunis Tiongkok dengan hati-hati mengatur kunjungan propaganda bagi para diplomat, jurnalis, dan ulama,” Jelas AB Solissa.
Yayasan Hak Asasi Manusia Uighur, atau UHRP yang berbasis di Amerika Serikat (AS) menyebut kunjungan tersebut sebagai ‘pariwisata genosida’ dalam sebuah laporan yang dikeluarkan pada 30 Agustus 2023 lalu, dan mengatakan bahwa kunjungan tersebut membantu Tiongkok menyembunyikan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Xinjiang.
Sementara mantan direktur Human Rights Watch untuk Tiongkok, Sophie Richardson menuturkan jelang sesi UPR PBB, tidak ada keraguan bahwa Beijing menggembar-gemborkan ‘wisata settingan’ tersebut sebagai cara untuk melawan kritik terhadap kebijakannya di Xinjiang.
Namun, masalah utama UPR adalah tidak ada hukuman bagi mereka yang tidak mematuhi atau memperbaiki pelanggaran, tambah Richardson.
“Sudahlah Beijing, tipu muslihat yang kalian lakukan, tidak akan pernah memudarkan apalagi menghilangkan jejak berdarah peanggaran HAM berat di Xinjiang,” pungkas AB Solissa.