Isi Skandal Telepon PM Thailand Paetongtarn yang Bocor ke Publik, Picu Penonaktifan

Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra
Sumber :
  • khaosod

Bangkok, VIVA – Perdana Menteri (PM) Thailand, Paetongtarn Shinawatra (38) dinonaktifkan sementara dari jabatannya oleh pengadilan, di tengah proses pemeriksaan kasus bocornya percakapan telepon dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, yang dapat berujung pada pemakzulannya.

Mahkamah Konstitusi Thailand dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka telah menerima petisi dari 36 senator yang menuduh Paetongtarn bersikap tidak jujur dan melanggar standar etika yang ditetapkan oleh konstitusi, terkait bocornya percakapan telepon bernuansa politis dengan Hun Sen.

Pemerintah diperkirakan akan dipimpin oleh seorang wakil perdana menteri dalam kapasitas sementara, sementara Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan kasus Paetongtarn. Ia sendiri tetap berada dalam kabinet sebagai Menteri Kebudayaan yang baru setelah perombakan kabinet.

Perdana Menteri (PM) Thailand Paetongtarn Shinawatra

Photo :
  • khaosod

Bocornya percakapan telepon Paetongtarn dengan politikus veteran Kamboja itu memicu kemarahan publik dan membuat mayoritas dukungan koalisinya di parlemen menipis. 

Bhumjaithai, partai kunci di pemerintahannya telah meninggalkan aliansi tersebut dan diperkirakan akan segera mengajukan mosi tidak percaya di parlemen, sementara kelompok-kelompok demonstran menuntut agar perdana menteri mundur.

Isi Bocoran Percakapan Paetongtarn dengan Hun Sen

Diketahui, pada 15 Juni 2025, Paetongtarn Shinawatra melakukan panggilan pribadi berdurasi 17 menit dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen, yang dimediasi oleh Khleang Huot, wakil gubernur Phnom Penh dan penerjemah dalam percakapan tersebut.
  
Dalam rekaman yang bocor 18 Juni, dan kemudian resmi dirilis Hun Sen, beberapa dialog berikut menjadi sorotan, antara lain Paetongtarn menyapa Hun Sen dengan sebutan “uncle” (paman) sebagai refleksi hubungan personal, serta memohon agar “uncle” memberi keleluasaan untuk “niece”‑nya.

Dia memperingatkan agar Hun Sen 'jangan dengarkan pihak lain' di Thailand, merujuk kepada seorang komandan militer Thailand sebagai 'opponent' (pihak lawan), dan menyebutnya 'hanya ingin tampil keren'.

Paetongtarn juga menyatakan kesediaannya membantu Hun Sen jika ada permintaan khusus: "Kalau paman minta apa‑apa, bilang saja, saya akan urus,"

Dalam pernyataannya di media, Paetongtarn mengakui panggilan telepon pada 15 Juni dengan Hun Sen dan itu dimaksudkan untuk meredakan ketegangan militer di perbatasan dengan Kamboja. 

Namun, ia telah dianggap tunduk pada Hun Sen dan mengkritik seorang komandan militer Thailand - hal yang sangat sensitif di negara yang militernya memiliki pengaruh kuat.

Pernyataan yang merendahkan militer dan gaya yang dianggap terlalu tunduk memicu kemarahan—sebagian besar publik melihat ini sebagai ancaman kedaulatan nasional .

Puluhan ribu pendemo (termasuk kelompok pro‑monarki Yellow Shirts) berkumpul di Bangkok untuk menuntut Paetongtarn mundur. 

Paetongtarn telah meminta maaf dan mengatakan pernyataannya itu hanyalah taktik negosiasi pribadi untuk meredakan ketegangan di perbatasan. 

Komandan militer yang dibicarakan, Letnan Jenderal Boonsin Padklang, menerima permintaan maafnya, tetapi merasa tawaran kepada Kamboja kurang penuh perhitungan