Pemerintah dan DPR Didesak Berhenti Bela Napi Koruptor
- U-Report
Selain itu, ICW juga mengkritisi tak adanya syarat khusus bagi napi korupsi mendapat remisi, cuti menjelang bebas maupun pembebasan bersyarat. Merujuk Pasal 10 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) praktis persyaratan narapidana kasus korupsi untuk kemudian mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat hanya berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, telah menunjukkan penurunan tingkat risiko, dan untuk bagian cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat mencantumkan ketentuan kewajiban telah menjalani dua per tiga dari masa pidana.
"Ini menandakan pola pikir pembentuk UU ingin menyamaratakan perlakuan narapidana korupsi dengan narapidana tindak pidana umum lainnya," ujarnya.
Apalagi, RUU-Pas menghapus ketentuan PP 99 tahun 2012 yang memperketat syarat remisi bagi koruptor dan narapidana kejahatan luar biasa lainnya.
Kurnia menyatakan dengan dihapusnya ketentuan PP 99 dan mengembalikan PP Nomor 32 Tahun 1999 menunjukkan kemunduran pola pikir dari pembentuk UU. Hal ini lantaran PP 99 merupakan regulasi yang progresif untuk menggambarkan konteks kejahatan korupsi sebagai extraordinary crime.
"Sebab, dalam PP 99/2012 terdapat beberapa syarat khusus bagi narapidana korupsi untuk bisa mendapatkan remisi, asimiliasi maupun pembebasan bersyarat. Mulai dari harus menjadi justice collaborator dan membayar lunas denda dan uang pengganti untuk mendapatkan remisi dan mewajibkan Direktur Jenderal Pemasyarakatan meminta rekomendasi dari penegak hukum sebelum memberikan asimilasi atau pembebasan bersyarat. Pengetatan model seperti ini tidak terakomodir dalam PP/32/1999," terangnya.
Selain substansi, ICW meminta pembahasan RUU-Pas dihentikan karena saat ini DPR dan pemerintah seharusnya fokus menanggulangi wabah virus corona. Salah satunya dengan mengeluarkan paket kebijakan atau pun regulasi-regulasi yang mendukung hal tersebut.
"Namun yang dilakukan justru sebaliknya, DPR dan Pemerintah justru ingin mempercepat produk legislasi bermasalah seperti Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Cipta Kerja, RUU Mahkamah Konstitusi, dan RUU PAS," kata Kurnia.
Kurnia menambahkan, dengan dilanjutkannya pembahasan RUU-Pas bertentangan dengan suara masyarakat. Hal ini lantaran RUU-Pas merupakan salah satu RUU yang ditolak berbagai elemen masyarakat dengan menggelar aksi #ReformasiDikorupsi pada September 2019 lalu.
RUU-Pas ini juga menjauhkan efek jera kepada koruptor. Padahal, Lapas seharusnya menjadi ujung proses penanganan sebuah perkara.