Ternyata Pembagian Bansos COVID-19 Tak Adil, Ombudsman Mengungkapnya
- ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
VIVA –Ombudsman RI meminta pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan terkait penanganan Corona COVID-19. Kebijakan yang dimaksud meliputi kebijakan dalam penyelenggaraan dan penyaluran bantuan sosial untuk masyarakat.
Saran itu disampaikan Ombudsman lantaran penyaluran bansos dari pemerintah masih mendominasi laporan masyarakat ke Ombudsman Republik Indonesia yaitu sebanyak 817 pengaduan atau 81,37% dari seluruh aduan yang masuk sebanyak 1.004 aduan.
Jumlah tersebut merupakan hasil rekapitulasi satu bulan laporan masyarakat hingga Jumat, 29 Mei 2020 pukul 18.00 WIB sejak dibukanya Posko Pengaduan Daring bagi masyarakat terdampak COVID-19 oleh Ombudsman Republik Indonesia.
“Ombudsman memberikan saran agar Pemerintah dapat terus melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kebijakan dalam penanganan dan pengendalian dampak COVID-19 terhadap masyarakat”, kata Ketua Ombudsman, Amzulian Rifai kepada awak media, Rabu, 3 Juni 2020.
Rifai menjelaskan, pengaduan terkait bansos di antaranya mengenai penyaluran bantuan yang tak merata, baik soal waktu, sasaran atau masyarakat penerima maupun wilayah distribusi. Selain itu ada juga ketidakjelasan prosedur dan persyaratan untuk menerima bantuan yaitu masyarakat yang kondisinya lebih darurat lapar tidak terdaftar. Sebaliknya, terdaftar tapi tidak menerima bantuan dan tidak dapat menerima bantuan di tempat tinggal karena KTP pendatang.
Ombudsman juga menemukan di beberapa wilayah seperti Jambi dan Papua diduga ada upaya manipulasi data penerima bantuan sosial oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Manipulasi data tersebut tidak hanya mengurangi atau menambah jumlah penerima bantuan sosial, tetapi juga mengganti nama penerima yang asli dengan penerima lain yang justru tidak tepat sasaran. Di Sulawesi Barat, Ombudsman RI juga menerima laporan adanya pemotongan jumlah bantuan sosial yang awalnya Rp 600.000 menjadi Rp 300.000," ujarnya.
Rifai melanjutkan, selain Bansos, laporan terbanyak yang diterima Ombudsman, yakni terkait bidang ekonomi dan keuangan sebanyak 149 aduan atau 14,84 persen, disusul pelayanan kesehatan 19 aduan atau 1,89 persen transportasi sebanyak 15 aduan atau 1,49 persen, dan keamanan sebanyak 4 aduan atau 0,40 persen.
Aduan masyarakat terdampak COVID-19 terkait bidang ekonomi dan keuangan di antaranya OJK tidak meresposn pengaduan secara cepat dalam restukturisasi kredit, belum tersedianya informasi secara jelas mengenai kebijakan relaksasi kredit kepada masyarakat, debt collector menyita barang debitur karena tidak mampu mengangsur, kebijakan pemberian diskon 50 persen yang tidak berlaku untuk semua pelanggan listrik 900VA, dan belum adanya layanan secara jelas terkait prosedur dan mekanisme pemohon restrukturisasi kredit bagi sejumlah masyarakat yang telah menerima kriteria.