Harga Gas US$6 Per MMBTU Dinilai Rugikan Investor PGN

Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengalirkan gas bumi CNG (Compressed Natural Gas) untuk industri di PRS (Pressure Reducing Station) Tambak Aji Semarang, Senin, 10 Desember 2018.
Sumber :
  • VIVA/Dhana Kencana

Secara umum, Fendi menghitung harga saham perusahaan berkode PGAS ini secara fundamental dari price to value bagus sekali. Namun, dari price to earning ratio justru negatif. 

Ini menunjukkan secara fundamental kuat, tapi ada dua faktor utama yang menjadi value destroyer bagi saham PGAS saat ini. Pertama, margin bisnis yang terbatas karena harga jual dipatok enam dolar AS. Kedua, adalah sengketa kasus putusan PPN gas bumi dengan DJP Kemenkeu.

"Investor pasar modal menunggu kejelasan dari skema kompensasi bagi PGAS dari pemerintah. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menjadi game changer atas kinerja keuangan perseroan ke depan," tegas Fendi.

Diketahui, sepanjang 2020 PGN mencatat kerugian bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai US$264,77 juta atau sekitar Rp3,84 triliun (kurs 1 dolar AS = Rp14.500).

Kerugian itu terutama disebabkan oleh keputusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atas sengketa pajak 2012-2013 yang menetapkan PGN harus membayar beban pajak sebesar US$278,4 juta. Beban besar lainnya adalah penurunan aset minyak dan gas senilai US$78,9 juta.

Direktur Keuangan PGN Arie Nobelta Kaban menjelaskan pada 2020 PGN membukukan pendapatan senilai US$2,88 miliar atau turun 25,02 persen dari realisasi pendapatan 2019 yang mencapai US$3,85 miliar.

Di tengah berbagai tekanan bisnis, PGN berhasil menurunkan biaya operasional atau opex sebesar US$180,4 juta. Manajemen juga berhasil memangkas pengeluaran modal (capital expenditure), salah satunya pada pembangunan pipa minyak Blok Rokan, sebesar US$150 jutaatau setara dengan Rp2,1 triliun.

"Posisi keuangan PGN cukup baik, dengan total aset sebesar US$7,53 miliar. Aset tersebut termasuk kas dan setara kas sebesar US$1,18 miliar," jelas Arie. (ant)