Starbucks PHK Massal Usai Diboikot, 1.100 Karyawan Kena Dampak
Jakarta, VIVA – Starbucks mengumumkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.100 karyawan korporat di seluruh dunia sebagai bagian dari restrukturisasi bisnis yang dilakukan oleh CEO baru, Brian Niccol. Keputusan ini, diambil untuk membentuk tim yang lebih efisien.
Melansir dari AP News, Selasa 25 Februari 2025, PHK ini diperkirakan akan berdampak signifikan pada sebagian dari 16.000 karyawan korporat Starbucks, meskipun pekerja di gerai, distribusi, dan manufaktur tidak akan terkena dampaknya.
Langkah ini diambil di tengah penurunan penjualan kuartalan yang terus berlanjut, yang banyak dikaitkan dengan boikot global terhadap Starbucks. Boikot global ini terjadi akibat dugaan dukungan perusahaan terhadap Israel dalam konflik yang sedang berlangsung di Gaza.
Dalam surat kepada karyawan yang dirilis pada Senin, 24 Februari 2025, Niccol menyatakan bahwa perusahaan akan memberitahu karyawan yang terdampak PHK pada Selasa, 25 Februari 2025, siang.
Selain itu, Starbucks juga akan menghapus beberapa ratus posisi yang masih kosong dan belum terisi. “Niat kami adalah untuk beroperasi dengan lebih efisien, meningkatkan akuntabilitas, mengurangi kompleksitas, dan mendorong integrasi yang lebih baik,” tulis Niccol dalam suratnya.
ilustrasi kopi starbucks.
- Food Beast
Meskipun Starbucks memiliki 16.000 karyawan korporat di seluruh dunia, beberapa peran tidak akan terdampak, termasuk pekerja di fasilitas pemanggangan dan gudang. Sementara itu, para barista, yang membentuk mayoritas dari 361.000 karyawan Starbucks secara global, juga tidak termasuk dalam daftar PHK ini.
Perlu diketahui, Niccol pertama kali menyampaikan rencana PHK ini pada Januari, dengan alasan bahwa perusahaan harus mengurangi kompleksitas dan memastikan bahwa setiap pekerjaan diawasi oleh seseorang yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan.
“Ukuran dan struktur kami bisa memperlambat kinerja, dengan terlalu banyak lapisan, manajer tim kecil, serta peran yang lebih banyak berfokus pada koordinasi pekerjaan,” jelasnya.
Niccol, yang ditunjuk sebagai CEO Starbucks pada akhir tahun lalu, ditugaskan untuk membalikkan tren penurunan penjualan perusahaan. Dia berencana meningkatkan efisiensi layanan, terutama saat jam sibuk di pagi hari, serta mengembalikan Starbucks sebagai tempat berkumpul bagi komunitas.
Sebagai bagian dari strateginya, Niccol memangkas beberapa item dari menu Starbucks dan menguji algoritma pemesanan untuk mengoptimalkan kombinasi pesanan dari aplikasi, layanan drive-thru, dan pembelian langsung di gerai.
Penjualan global Starbucks di gerai yang telah beroperasi lebih dari satu tahun turun 2% pada tahun fiskal 2024, yang berakhir pada 29 September. Di AS, pelanggan mulai jenuh dengan kenaikan harga dan waktu tunggu yang semakin lama. Sementara itu, di China, pasar terbesar kedua Starbucks, perusahaan menghadapi persaingan ketat dari merek-merek lokal dengan harga yang lebih murah.