Penelitian: Gas Beracun Kian Kepung Ruang Udara Jakarta

Ilustrasi: Kondisi udara di Jakarta yang penuh polusi beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA –  Transportasi darat yang keluar-masuk di Ibu Kota selama ini diyakini sebagai sumber utama emisi yang memicu pencemaran udara. Namun sebuah penelitian baru menemukan bahwa sumber emisi tidak bergerak yaitu pembangkit listrik batu bara, pabrik, dan fasilitas industri lainnya ternyata memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap beban polusi di kota Jakarta.

Dalam laporan terbaru yang diluncurkan oleh lembaga penelitian CREA (Centre for Research on Energy and Clean Air) terungkap adanya pencemaran udara lintas batas yang terjadi di ruang udara Jakarta, dari Banten dan Jawa Barat.

Ruang udara Jakarta - area di mana emisi memengaruhi kualitas udara - luasnya jauh melampaui batas administratifnya seperti Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Bahkan meluas hingga Sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa Tengah.

“Bahkan dengan COVID-19 sejak awal tahun 2020, kualitas udara di Jakarta tidak dapat dikatakan meningkat secara signifikan. Citra satelit menunjukkan bahwa pembangkit listrik Suralaya di Banten beroperasi dan menghasilkan emisi seperti periode sebelumnya meski terjadi pembatasan akibat COVID-19,” kata Analis CREA, Isabella Suarez dalam keterangannya, Selasa 11 Agustus 2020 .

Emisi pencemar udara di Jakarta, dan juga di provinsi-provinsi sekitarnya, telah meningkat hingga memperburuk kualitas udara dan menghambat upaya perbaikan kualitas udara itu sendiri. Hal itu terlihat dari data sepanjang tahun 2018, pemantauan PM2.5 di Jakarta mencatat ada 101 hari dengan kualitas udara “tidak sehat” dan 172 hari pada 2019.

Peneliti CREA menyebut, angin menjadi salah satu faktor yang membawa pencemaran pembangkit listrik Suralaya ke Jakarta. Hal itu menyebabkan konsentrasi PM2.5 yang tetap tinggi di Jakarta kendati terjadi pengurangan besar-besaran dalam lalu lintas lokal dan aktivitas perkotaan.

Dalam laporannya, CREA menjelaskan bahwa faktor meteorologi seperti lintasan angin memengaruhi penyebaran pencemar seperti NO, SO2 dan PM2.5.

Bulan kering

“Pada bulan-bulan kering Mei hingga Oktober, ketika tingkat pencemaran keseluruhan di kota ini paling tinggi, sumber-sumber dari pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara dan pabrik industri di sebelah timur Jakarta (dari Bekasi, Karawang, Purwakarta hingga Bandung) akan memberikan dampak yang lebih besar pada kualitas udara,” tutur Isabella Suarez.