Mantan Korban Sepakat Tolak Revisi UU ITE

Yasonna Laoly dan Rudiantara menghadiri pengesahan UU Merek dan revisi UU ITE
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Safenet mengungkapkan, walau hukuman pidana turun dari enam tahun jadi empat tahun, tetap saja itu tidak sesuai dengan permintaan mereka. Bahkan, mereka menegaskan tidak sudi dipenjara satu hari pun hanya karena pasal 27 ayat 3 yang terlalu dipaksakan bersalah.

"Dalam Revisi UU ITE itu sendiri, kami juga membaca bahwa Persyaratan Penetapan Tersangka yang semula harus memakai izin pengadilan malah dihapus dan makin dipermudah, ini menambah kekecewaan kami atas hasil revisi UU ITE," ungkapnya.

Mereka menyebut, dalam penyusunan Revisi ini tampak jelas bahwa masukan dari Paguyuban, agar pasal 27 ayat 3 dihapuskan dari UU ITE tidak diindahkan sama sekali oleh DPR dan pemerintah.

"Kami juga sanksi pada perkataan Menkominfo di media massa yang mengatakan bahwa penurunan Pasal Pidana UU ITE mampu menghapus kriminalisasi menggunakan UU ITE. Terbukti sampai hari ini, pelaporan menggunakan UU ITE masih terjadi dan jumlah mereka yang dilaporkan, padahal tidak bersalah, terus bertambah," ujarnya.

Setidaknya ada empat putusan yang dikeluarkan oleh paguyuban tersebut terkait dengan protes terhadap revisi UU ITE yang diberlakukan.

1. DPR dan pemerintah Republik Indonesia yang dalam melakukan revisi UU ITE tidak menyentuh substansi persoalan, yakni tetap membiarkan pasal-pasal karet di dalam UU ITE, khususnya pasal 27 ayat 3 UU ITE yang selama ini digunakan oleh mereka yang mengadukan sebagai alat untuk membungkam kritik dan kritik sosial.

2. DPR dan pemerintah RI terburu-buru melakukan revisi dan hanya mengejar target legislasi, sehingga hasil revisi UU ITE tidak memenuhi harapan dan keadilan bagi rakyat.

3. Menkominfo dalam pertemuan dengan para Korban UU ITE menjanjikan merevisi pasal 27 ayat 3 UU ITE, tapi ternyata tidak mengindahkan masukan kami yang selama ini dirugikan oleh UU ITE.

4. Facebook, Twitter, dan lainnya sebagai platform media sosial, agar tidak berpangku tangan dan seharusnya ikut bertanggung jawab dengan menjalankan legal liability terhadap kami para konsumen yang justru dikriminalisasi, karena sebenarnya memanfaatkan platform media sosial yang disediakan mereka. Ketika kami dilaporkan dan dipenjarakan, pihak pengembang platform media sosial di atas justru lepas tangan. (asp)