Mantan Korban Sepakat Tolak Revisi UU ITE

Yasonna Laoly dan Rudiantara menghadiri pengesahan UU Merek dan revisi UU ITE
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id – Revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau ITE telah berlaku mulai Senin kemarin, 28 November 2016, setelah pengesahan antara pemerintah dan DPR-RI pada 27 Oktober lalu. Meski UU ITE telah menampilkan wajah baru, tetapi aturan tersebut tetap diprotes.

Salah satu yang memprotes adalah para korban yang pernah dijerat UU ITE, yang tergabung dalam Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE).

Menurut mereka, pasal 27 ayat 3 yang berisikan tentang Pencemaran Nama Baik, rawan disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Walau hukuman pidananya telah diturunkan dari enam tahun menjadi empat tahun tetapi, pasal tersebut dinilai dapat membungkam kebebasan berekspresi di media sosial.

PAKU ITE dan masyarakat sipil pun melayangkan surat protesnya kepada pemerintah. Setidaknya ada 173 orang dari berbagai daerah, satu paham untuk protes pemberlakuan UU ITE.

"Kami, kumpulan Warga Negara Indonesia yang bergabung dalam Paguyuban Korban UU ITE beserta warga negara Indonesia yang cinta demokrasi dan kemerdekaan berpendapat serta berekspresi, melalui surat ini ingin menyampaikan protes kepada hasil revisi UU ITE yang telah disahkan oleh DPR dan pemerintah Indonesia baru-baru ini," ujar keterangan yang ditulis Safe Net, Rabu 30 November 2016.

Pasal 27 ayat 3 yang dikenal dengan pasal karet ini sering dipelintir oleh mereka yang mengadukan korbannya, guna memuaskan hasrat mereka dalam membungkam pendapat dan pikiran yang disampaikan di media sosial.

Kelompok masyarakat yang menjadi korban UU ITE ini mengatakan bahwa sebagian anggota kelompoknya terbukti tidak bersalah dalam pengadilan. Tetapi, kemudian dipaksa menerima keputusan bersalah, meskipun segala bukti menunjukkan seharusnya tidak bisa disidangkan dengan pasal karet ini.

"Kami, Paguyuban Korban UU ITE telah menemui Bapak Rudiantara selaku Menkominfo RI di bulan Februari 2015, untuk meminta pasal 27 ayat 3 tersebut direvisi secepat mungkin, karena merugikan kami yang tidak bersalah. Tetapi, kemudian dikriminalisasi dengan memanfaatkan celah hukum yang ada di dalam UU ITE. Pada saat itu, di depan kami, bapak Rudiantara menjanjikan untuk merevisi pasal tersebut. Meskipun dalam lubuk hati kami, kami ingin pasal-pasal tersebut dicabut total," tuturnya.