3 Skill Resiliensi yang Harus Ditanamkan Sejak Dini, Anak Jadi Lebih Kuat Moms!

Ilustrasi ibu dan anak/parenting.
Sumber :
  • Freepik/bristekjegor

VIVA Parenting – Riset yang dilakukan oleh Lasse Lipponen, Profesor PAUD dari Universitas Helsinki, Finlandia, menyatakan bahwa kompetensi emosional, rasa kepedulian yang tinggi (care), dan kasih sayang (compassion) anak dapat meningkatkan kemampuan resiliensi yang penting diasah sejak dini.

Resiliensi sendiri merupakan kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat atau masalah yang terjadi dalam kehidupan. Yuk, scroll untuk info selengkapnya.

Melalui risetnya, Profesor Lasse percaya seorang anak dengan kemampuan resiliensi dapat memahami, mengelola, dan mengatasi segala situasi di era modern yang serba cepat dan penuh tuntutan kompetisi ini.

“Compassion, care, dan empati adalah inti yang menghubungkan kita satu sama lain. Tanpa mereka, kita tidak mampu menghormati orang lain, melindungi sesama dari bahaya, dan tanggap akan kebutuhan bersama," ungkap Profesor Lasse Lipponen saat sesi edukasi bersama HEI Schools Senayan, baru-baru ini. 

"Pandemi membuka mata kita dan memperlihatkan bagaimana compassion, care, dan empati membentuk cara kita berinteraksi ketika menghadapi masalah atau berada di situasi yang tidak nyaman. Kita tergerak untuk membantu dan menguatkan satu sama lain sebagai satu kelompok. Inilah mengapa ketiga hal tersebut haruslah menjadi landasan dari cara kita hidup bermasyarakat," sambungnya.

Membahas salah satunya, lebih lanjut Profesor Lasse menjelaskan, ada tiga bentuk kepedualian yang harus ditanamkan ke anak sejak dini. Apa saja? 

Rasa peduli pada diri sendiri
Self-care dan self-compassion bukan semata-mata tren hidup berkesadaran. Jika anak-anak sudah terbiasa belajar memahami dan memenuhi kebutuhan diri, baik fisik, mental, maupun emosional, ia akan mudah menjalani keseharian. 

Anak-anak dapat belajar bagaimana mengelola emosi negatif seperti marah, frustrasi, atau kecemasan. Kemampuan ini akan membantu mereka tidak hanya dalam konteks pendidikan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari ketika mereka dihadapkan pada situasi yang menuntut kontrol emosi.

Rasa peduli pada orang lain
Ketika anak sudah memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, maka ia memiliki energi dan motivasi yang cukup untuk berbagi kepada orang-orang di sekelilingnya. Melalui pembelajaran kekuatan berbagi, anak belajar untuk menjadi versi terbaik yang mampu memberikan manfaat atau bantuan kepada orang lain.