Datang ke Sini jika Mau Lihat Keseruan Balapan Bebek Terbang
- VIVA.co.id/Andri Mardiansyah
VIVA.co.id - Pacuan kuda atau sapi maupun balapan merpati sudah lumrah. Bagaimana kalau balapan bebek terbang? Datanglah ke Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota di Sumatera Barat jika mau menyaksikannya.
Masyarakat di dua daerah itu memiliki tradisi kuno yang disebut pacu itiak--pacu berarti balapan, itiak adalah itik atau bebek. Itik-itik dengan spesifikasi tertentu dan sudah dilatih khusus diadu di lintasan, bukan berlari tetapi terbang. Bebek yang melesat paling cepat tiba di garis finis jadi juaranya.
Ada tiga kategori balapan berdasarkan jarak lintasan yang sekaligus menentukan kelas pacuan, yakni 800 meter, 1.600 meter dan 2.000 meter. Tak semua bebek pacuan dapat berlomba di semua kategori karena menyesuaikan kemampuan.
Spesifikasi khusus
Sebenarnya pacuan bebek terbang hampir menyerupai adu merpati. Tetapi bedanya bebek tak bisa terbang terlalu tinggi--rata-rata hanya lima meter di atas permukaan tanah--dan jauh. Kecepatan terbang burung akuatik kerabat angsa itu juga tak secepat merpati.
Aturan lomba pun serupa dengan balapan merpati: itik-itik dipegang oleh masing-masing orang atau pemiliknya, lalu dilontarkan ke udara dalam waktu bersamaan, dan melesatlah mereka hingga ke garis finis.
Namun tak sembarang itik yang dapat diikutkan balapan, melainkan harus memenuhi kualifikasi tertentu, di antaranya berusia empat-enam bulan, memiliki ciri kesamaan warna pada paruh dan kaki, leher yang pendek, sayap lurus yang mengarah ke atas, jumlah gigi yang ganjil, dan ujung kaki yang bersisik kecil.
Tak hanya itu. Seminggu sebelum hari balapan, bebek-bebek pacuan itu dikurung dan hanya diberi makan padi dan telur agar staminanya tetap terjaga. Sang pemilik biasanya setiap petang akan melatih itiknya agar dapat terbang sejauh mungkin.
Itik yang bagus dan pemenang balapan, maka harga jualnya otomatis tinggi. Mulai dari harga terendah Rp100 ribu sampai jutaan rupiah.
Asal-muasal
Balapan bebek terbang alias pacu itiak konon bermula pada tahun 1928. Muasalnya, kala itu para petani di Aur Kuning, Payakumbuh, Kanagarian dan Sicincin menghalau itik yang memakan tanaman padinya. Itik-itik yang dihalau terbang ke dataran sawah yang lebih rendah di bawahnya. Bebek-bebek terbang itulah yang kemudian menjadi hiburan tersendiri bagi para petani.