Pantaskah Hari Perempuan Internasional Dirayakan
- dok. Serikat Sindikasi
Hari Perempuan Internasional telah menyatukan pemerintah, organisasi, terutama organisasi wanita, serta bisnis di banyak negara. Berbagai kegiatan seperi talkshow, pertunjukan, demonstrasi, acara networking, dan pawai untuk menyuarakan aspirasi perempuan dilakukan di seluruh dunia.
Di Jakarta, berlangsung aksi Women's March pada Sabtu 3 Maret 2018. Women's March sendiri bukan berasal dari Indonesia. Aksi itu bermula pada 2017 di Washington DC, Amerika Serikat. Muncul sebagai respons para perempuan yang kecewa dengan berbagai pernyataan Presiden AS Donald Trump yang dinilai seksis dan diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas lain.
Aksi Women’s March di Jakarta
Dikutip dari BBC, aksi Women's March di kawasan MH Thamrin dihadiri oleh 1.500 lebih peserta. Isu yang diangkat diantaranya perlindungan atas pekerja rumah tangga dan buruh migran, pernikahan anak, kekerasan dalam pacaran serta perlindungan untuk pekerja seks.
Di tingkat kebijakan, bertujuan mendorong pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Pekerja Rumah Tangga, dan mengkritik Rancangan KUHP berkaitan tentang zina, serta larangan distribusi alat kontrasepsi atau pendidikan kesehatan reproduksi. Di Indonesia, aksi ini juga mendesak agar pemerintah membangun kebijakan publik yang pro-perempuan. Selain di Jakarta, aksi Women's March juga berlangsung di 12 kota lain.
Berikutnya, mimpi buruk berlanjut>>>
Mimpi buruk masih berlanjut
Perkawinan anak merupakan masalah serius, karena Indonesia menduduki peringkat ketujuh tertinggi di dunia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2013 dan 2015. menunjukkan terjadinya satu kasus perkawinan anak di setiap lima orang.
Berdasarkan rilis yang diterima VIVA dari Gerakan Perempuan untuk Mewujudkan Indonesia (BERAGAM), perkawinan anak akan berdampak pada kegagalan Indonesia di bidang pendidikan, kesehatan, penanggulangan kemiskinan dan penurunan ketimpangan.
Beberapa waktu lalu, Indonesia kedatangan Putri Kerajaan Belanda, Mabel Martine Wisse Smit yang juga direktur organisasi Girls Not Brides. Ditemui oleh VIVA pada Rabu 7 Maret 2018, Putri Mabel mengungkapkan, alasan penting dari kunjungan ke Indonesia, karena dia melihat di Indonesia masih banyak terjadi pernikahan dini.
"Kami melihat, satu dari sembilan anak perempuan di Indonesia menikah di bawah umur 18 tahun. Sedangkan data menunjukkan perempuan yang menikah pada umur tersebut sulit memperoleh kesempatan untuk hidup lebih baik,” kata dia.