Kematian Calista Bukti Kekerasan Anak Makin Signifikan
- Pisabay/ anemone123
"Jangan ada pernikahan kalau belum siap. Kalaupun mau menikah, harus ada pemahaman dari undang-undang pernikahan tersebut mengenai bagaimana menghadapi suasana pernihakan lalu apa saja yang mesti dilakukan. Itu harus ada pendidikannya," katanya lagi.
Ditambahkan oleh Rita, faktor pemicu dari kekerasan anak juga bisa terjadi akibat efek dari pernikahan kedua. Sebab banyak dari mereka yang menikah lagi, belum bisa menerima paket plus keluarga bawaan baik dari suami atau istri.
Rita menggarisbawahi, keluarga yang berpisah, memiliki keluarga baru, memiliki anak di luar perkawinan, dan keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan sosial, berpotensi besar melakukan kekerasan terhadap anak.
Oleh karena itu, ia menegaskan, masyarakat sekitar juga perlu ikut memperhatikan kondisi sosial dan kesehatan mental orang tua di lingkungannya agar dapat melakukan upaya preventif jika ada tanda-tanda kekerasan. Ada juga faktor ketidaktahuan atau keliru.
"Pokoknya, rata-rata itu (kekerasan anak) karena pengaruh masalah harmoni keluarga."
Sebagian dari orang tua, juga masih bingung, dan tidak punya konsep bagaimana seharusnya mengasuh dan mendidik anak.
Tren Kekerasan
Tak hanya kekerasan fisik yang marak dialami anak. Di tahun 2018 ini, tren kekerasan anak juga justru bergeser. Terutama soal kasus kekerasan seksual. Yang tadinya anak perempuan sangat rawan mengalami kekerasan seks, di tahun 2018 ini, anak laki-laki justru jumlahnya meningkat mengalami kekerasan seksual.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan kekerasan seksual terhadap anak laki-laki mengalami peningkatan, terlihat dari beberapa kasus yang terjadi di beberapa daerah.
“Data sementara ada 223 anak laki-laki yang menjadi korban dengan berbagai modus. Kami akan terus mengawal kasus-kasus tersebut agar proses hukumnya berjalan dengan baik,” kata Susanto dikutip dari laman KPAI.
Susanto mengatakan beberapa kasus kekerasan seksual dengan korban anak laki-laki pernah terjadi di Aceh. Pelaku berusia 40 tahun membujuk 26 anak laki-laki melakukan hubungan seksual sesama jenis dengan modus mengajak bermain bersama.
Kasus serupa juga terjadi di Tangerang dengan korban 45 anak berusia tujuh tahun hingga 15 tahun dengan modus diajarkan ilmu memikat lawan jenis atau semar mesem. “Di Jambi, ada 80 anak yang belum semuanya disodomi, dengan modus melalui media sosial,” ujarnya.