Korupsi Menpora dan Jebakan Dana Olahraga

Imam Nahrawi
Sumber :
  • Robbi Yanto/ VIVAnews

Modus korupsinya, KONI mengajukan proposal penyaluran bantuan tahun anggaran 2018 kepada Kemenpora. Kabarnya, akan ada imbalan yang mesti diberikan kembali. Dalam kasus ini, KONI yang mendapat dana sebesar Rp17,9 miliar, lalu ada komisi Rp3,4 miliar yang mesti diberikan.

Dalam penyelidikan KPK, ternyata ditemukan modus seperti ini tidak cuma terjadi pada 2018. Sejak 2014, Imam diduga sudah menerimanya, dan berjumlah Rp14,7 miliar. Di luar komisi dana hibah, ditemukan pula beberapa kali Imam meminta uang kepada KONI melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Dalam rentang 2016 hingga 2018, totalnya mencapai Rp11,8 miliar. 

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, Imam dinyatakan terbukti telah menerima suap dana hibah KONI. Penerimaannya melalui asisten pribadi Imam, Miftahul Ulum, yang sejak pekan lalu juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. 

Alexander menjelaskan, penemuan KPK atas keterkaitan Imam bermula dari proses persidangan Sekretaris Jenderal KONI, Endang Fuad Hamidy. Di persidangan, Endang buka suara, bahwa saat pihaknya menerima dana hibah dari Kemenpora, ada imbalan yang harus dilakukan.

"Pada proses persidangan muncul pihak lain dari pihak Kemenpora. Pihak lain tersebut diduga menggunakan dana itu untuk kepentingan pribadi lewat asistennya. Tersangka adalah IMR yang merupakan Menteri Pemuda dan Olahraga dan asistennya, MIU," tutur Alexander dalam konferensi pers di kantornya, Jl. Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu 18 September 2019. 

Alex menyesalkan perbuatan Imam dan Ulum. Menurutnya, apa yang dilakukan Imam merusak masa depan bangsa. 

"Jika anggaran-anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan prestasi atlet dan meningkatkan kapasitas pemuda-pemuda Indonesia, malah dikorupsi. Dampaknya akan sangat buruk untuk masa depan bangsa," kata Alex. 

Alexander menegaskan, praktik suap, gratifikasi dan ketidakpatuhan melaporkan gratifikasi mengganggu upaya pemerintah mencapai tujuannya. Apalagi, bidang olahraga dan kepemudaan merupakan sektor krusial, mengingat Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2045 mendatang.

"Apalagi, kali ini dilakukan oleh pucuk pimpinan teratas dalam sebuah kementerian yang dipercaya mengurus atlet dan pemuda Indonesia," katanya. 

KPK mengatakan telah memanggil Imam sebanyak tiga kali, tetapi yang bersangkutan tidak menghadiri permintaan tersebut. Pada 31 Juli 2019, 2 Agustus 2019, dan 21 Agustus 2019, KPK memandang telah memberikan ruang yang cukup bagi Imam untuk memberikan keterangan dan klarifikasi pada tahap penyelidikan.