RI Berbagi Beban Masalah Pengungsi Lewat 'Bali Process'

Sebagian peserta Bali Process berfoto menjelang pembukaan, Selasa, 22 Maret 2016
Sumber :
  • Viva.co.id/Rebecca Reiffi Georgina

VIVA.co.id - Dunia kini memandang Indonesia sebagai salah satu negara yang diandalkan untuk menangani masalah pengungsi dan perdagangan manusia, yang tengah menjadi salah satu keprihatinan utama di muka bumi ini. Peran yang disandang Indonesia itu terlihat saat menjadi tuan rumah konferensi internasional dalam menangani penyelundupan dan perdagangan manusia - yang populer disebut sebagai "Bali Process."

Bali Process Regional Ministerial Conference (Bali Process) merupakan forum resmi bertaraf dunia yang berdiri pada Februari 2002 dengan anggota awal 42 negara, yang dipimpin Indonesia dan Australia.

Forum ini berdiri atas inisiasi Indonesia dan Australia melalui sebuah konferensi “Regional Ministerial Conference on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime” di Bali.

Seiring meningkatnya arus kejahatan penyelundupan manusia (people smuggling), Bali Process memiliki peran sebagai forum penyusunan mekanisme kawasan dalam penanggulangan masalah regional yang memerlukan solusi global.

Pada 2007, negara-negara anggota Bali Process memberikan dukungan penuh bagi keanggotaan UNHCR dalam Bali Process. Sejak saat itu, UNHCR menjadi partisipan tetap dan menjadi salah satu anggota Bali Process Steering Group bersama dengan Australia, Indonesia, Selandia Baru, Thailand, dan International Organization for Migration (IOM).

Saat ini, keanggotaan Bali Process terdiri atas 44 negara dan delapan organisasi internasional, serta 12 negara pengamat (observer).

Tahun ini, Bali Process ke VI kembali diselenggarakan di Pulau Dewata selama dua hari, Selasa, 22 Maret 2016 - Rabu, 23 Maret 2016. Sebagai tuan rumah, Indonesia telah mengundang 47 negara anggota, 18 negara peserta lainnya dan tiga organisasi internasional.

Ketiganya adalah Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR), Organisasi Migrasi Internasional (IOM) dan Kantor PBB untuk Urusan Obat-obatan dan Kejahatan Lintas Negara (UNODC).

Respon situasi darurat

Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi berharap jika Bali Process kali ini dapat dijalankan sebaik dan seefektif mungkin, sehingga mampu menghasilkan 'outcome' terbaik.

Ia memaparkan, Indonesia dan Australia sebagai pemimpin bersama (co-chair) ingin meminta bantuan dan dukungan dari semua anggota negara anggota.

"Semua insiatif ini sangat berkontribusi untuk memperkuat kerja sama," ungkap dia, di Bali International Convention Center, Nusa Dua.

Retno juga mengungkapkan, Indonesia ingin mendorong mekanisme untuk merespons situasi darurat dalam pertemuan Bali Process.