Menanti Jurus Tandingan Negara Islam OKI soal Yerusalem
- REUTERS/Stringer
Beranggotakan 57 negara, OKI menaungi negara mayoritas muslim yang bersekutu maupun rival. Arab Saudi dan Iran adalah contoh dua negara rival yang sama-sama rela berada di OKI. Sikap dua negara itu juga terlihat tak sama dalam menyikapi klaim AS. Media Iran memberitakan bahwa Presiden Iran Hassan Rouhani berencana menghadiri Sidang Khusus OKI tersebut.
Berbeda dengan Arab Saudi, belum ada konfirmasi perwakilan Saudi yang akan hadir di perhelatan itu. Padahal menurut berbagai pihak, kehadiran Saudi justru sangat vital dalam sidang khusus di Istanbul mengingat hubungan Saudi dengan AS selama ini cukup “mesra”.
Agen Perdamaian
Merespons klaim Yerusalem sebagai ibu kota Israel, OKI menyesalkan sikap Presiden AS. OKI melalui rilis pers menyatakan bahwa pengakuan sepihak tersebut merupakan pelanggaran dalam hal politik, hukum, termasuk
mengaburkan sejarah. OKI mengingatkan bahwa posisi Yerusalem sebagai Al-Quds Al-Sharif harus menjadi penekanan. OKI juga menyayangkan bahwa AS yang selama ini mengaku mendukung upaya perdamaian justru melahirkan “bencana” baru di Timur Tengah.
“OKI menegaskan kembali posisi terkait Al-Quds yang merupakan bagian integral dari wilayah Palestina yang diokupasi pada tahun 1967. Kami juga menekankan tak akan memberikan legitimasi pada penjajahan Israel dan hal tersebut tak bakal mengubah sejarah dan keberadaan identitas lain di wilayah tersebut,” dirilis OKI melalui laman web resminya.
OKI menyatakan, AS secara jelas tak lagi menjadi agen perdamaian sebagaimana hal yang didengungkan selama ini.
Dalam Sidang Khusus OKI akan disikapi kembali posisi negara-negara Islam dalam konflik Palestina-Israel dan krisis di Timur Tengah. OKI mengingatkan bahwa sebenarnya sikap AS tak hanya menjadi ancaman bagi umat Muslim di Timur Tengah namun juga umat beragama lain termasuk Nasrani di Yerusalem dan Palestina.
Sikap Tandingan
Pengakuan AS di satu sisi menambah kepercayaan diri bagi Israel dan di sisi lain memberi tekanan lebih besar bagi Palestina. Tak berselang lama setelah klaim AS, Perdana Menteri Benyamin Netanyahu segera melakukan perjalanan ke Eropa. Dalam kesempatan tersebut dia bertemu dengan pemimpin Uni Eropa dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.