- VIVA.co.id/Bimo Aria Fundrika
VIVA.co.id – Profesi juru parkir bisa dibilang merupakan pekerjaan yang didominasi kaum adam. Bekerja di bawah terik matahari dan hujan, sambil berteriak-teriak mengarahkan pengemudi, menjadi beberapa alasan pekerjaan ini tidak banyak dilirik kaum hawa. Namun, profesi tersebut telah menjadi sumber penghidupan seorang wanita bernama Halimah selama kurang lebih enam tahun.
Baru dua tahun belakangan, Halimah atau yang biasa disapa Ibu Nok memilih lokasi di depan sebuah toko besi, di Jalan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
“Dulu saya sebelumnya di seberang sana, di depan toko pancing, tapi di sana sepi,” ujar wanita berusia 52 tahun tersebut saat ditemui di sela-sela pekerjaannya menjaga parkir.
Kulitnya yang gelap berwarna sawo matang, menjadi bukti betapa kerasnya ia bekerja, berjam-jam menghabiskan waktu di bawah teriknya sinar matahari.
Mau tak mau
Seperti kebanyakan wanita, tidak pernah terlintas sedikit pun di benak ibu enam orang anak itu untuk menjadi seorang juru parkir. Hingga ia sampai pada titik di mana ia merasa tak lagi punya banyak pilihan untuk menjaga dapurnya tetap mengebul, dan menyenangkan hati sang cucu, dengan memberi uang jajan.
“Saya sebagai orangtua kadang mikir, ya Allah anak mau jajan, cucu ingin minta duit, tapi saya enggak punya. Saya sedih, benar-benar sedih,” ujarnya sambil menyiratkan rasa putus asa yang pernah ia alami dari raut wajahnya.
Akhirnya ia nekat dan memberanikan diri untuk mengumpulkan rupiah sebagai juru parkir.
“Saya bela-belain saja. Tadi saya mikir malu, ah nekatlah saya. Tapi saya pikir, saya lapar, saya butuh makan, tetangga juga mana ada yang mau bantu,” ucapnya.
Sebelumnya, Ibu Nok sempat bekerja sebagai asisten rumah tangga. Tugasnya membereskan rumah serta mencuci pakaian. Namun, pemasukannya tidak seberapa.
“Sebelumnya saya nyuci, berbenah, dapat dua tahun. Saya kerja dari jam 8 sampai jam 12 cuma dapat Rp300 ribu sebulan. Mau buat makan juga susah,” katanya sambil menghela napas.
Selama menjadi buruh cuci, ia juga tak jarang menahan rasa perih di perutnya, hanya karena tidak punya uang untuk makan.