Ini Tujuh Poin Penting Undang-undang ITE Hasil Revisi
- Viva.co.id/Agus
VIVA.co.id – Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hasil revisi telah berlaku per hari ini, Senin 28 November 2016. Sebelumnya, DPR dan pemerintah telah sepakat merevisi UU ITE tersebut pada Kamis 28 November 2016.
Staf ahli bidang hukum Menteri Komunikasi dan Informatika, Henri Subiakto, melihat masih ada beberapa pemahaman yang tidak komprehensif atas hasil revisi UU tersebut. Â Untuk itu dia menekankan kembali, apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam revisi UU tersebut.
"Pemerintah berharap revisi ini semakin memberikan perlindungan hukum yang bernafaskan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia," ujar Henri.Â
Dia mengatakan ada tujuh poin penting yang telah diubah dalam Revisi UU ITE.
Berikut poin-poin tersebut:
Poin pertama, untuk menghindari multitafsir terhadap ketentuan larangan mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik dapat diakses yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik pada ketentuan Pasal 27 ayat (3), maka dilakukan tiga perubahan sebagai berikut:
a. Menambahkan penjelasan terkait istilah ‘mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau memungkinkan informasi elektronik dapat diakses’.
b. Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah delik aduan, bukan delik umum.
c. Menegaskan bahwa unsur pidana pada ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan delik pencemaran nama baik dan delik fitnah yang diatur dalam KUHP.
Poin kedua, menurunkan ancaman pidana dengan dua ketentuan, yakni:
a. Pengurangan ancaman pidana penghinaan atau pencemaran nama baik dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi 4 (empat) tahun. Sementara penurunan denda dari paling banyak Rp1 miliar menjadi Rp750 juta.Â
b. Pengurangan ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara paling lama 12 tahun menjadi empat tahun. Pun begitu dengan denda yang dibayarkan, dari paling banyak Rp2 miliar menjadi Rp750 juta.
Poin ketiga, pelaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi terhadap dua ketentuan sebagai berikut:
a. Mengubah ketentuan Pasal 31 ayat (4) yang semula mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi atau penyadapan dalam Peraturan Pemerintah menjadi dalam Undang-Undang.Â
b. Menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) mengenai keberadaan informasi Elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.