Guru di Korsel Demo Besar Hingga Bunuh Diri dan Kerap Dapat Pelecehan Verbal Dari Para Orangtua

Demo Guru rdi Korsel
Sumber :
  • News1

Selama enam minggu terakhir, puluhan ribu guru berunjuk rasa di Seoul, mengklaim bahwa mereka sekarang sangat takut disebut sebagai pelaku kekerasan terhadap anak, sehingga mereka tidak dapat mendisiplinkan siswanya atau melakukan intervensi saat mereka saling menyerang. 

Ubah Program Kerja, Prabowo Naikkan Gaji ASN Guru hingga TNI-Polri

Mereka juga menuduh orang tua mengeksploitasi undang-undang kesejahteraan anak, yang disahkan pada tahun 2014, yang menyatakan bahwa guru yang dituduh melakukan pelecehan terhadap anak secara otomatis akan ditangguhkan. 

Guru dapat dilaporkan melakukan kekerasan terhadap anak karena menahan anak yang melakukan kekerasan, sedangkan tindakan yang memarahi sering kali dicap sebagai pelecehan emosional. 

Aktor-Aktris Ternama yang Comeback di Drama Korea September 2025, Wajib Ditonton!

Tuduhan seperti itu dapat membuat para guru segera dipecat dari pekerjaannya. 

Seorang guru juga menerima keluhan setelah menolak permintaan orang tua untuk membangunkan anaknya dengan panggilan telepon setiap pagi. 

Prabowo Targetkan 330 Ribu Sekolah Dapat Smart Digital Screen, Ini Tujuannya

Sementara itu, yang lainnya dilaporkan karena pelecehan emosional setelah mengambil stiker hadiah dari seorang murid laki-laki yang memukul teman sekelasnya dengan gunting. 

Pada salah satu protes, guru berusia 28 tahun Kim Jin-seo mengatakan bahwa dia pernah memiliki pikiran untuk bunuh diri, dan perlu tiga bulan cuti kerja. 

Dalam satu kasus, dia meminta seorang murid yang mengganggu untuk meluangkan waktu lima menit untuk menenangkan pikiran mereka di toilet, sementara di kasus lain dia melaporkan seorang anak kepada orang tuanya karena berkelahi. Dalam kedua kasus tersebut, sekolah justru memaksanya untuk meminta maaf atas tindakan disiplinnya pada murid tersebut. 

Kim mengatakan bahwa dia mencapai titik, di mana dia merasa tidak dapat mengajar kelasnya dengan aman. 

"Kami, para guru, merasa sangat tidak berdaya. Mereka yang telah mengalami hal ini secara langsung telah berubah secara mendasar, dan mereka yang belum pernah mengalaminya, telah melihat hal ini terjadi." 

Budaya mengeluh ini dipicu oleh masyarakat Korea Selatan yang sangat kompetitif, di mana hampir segalanya bergantung pada kesuksesan akademis.  

Siswa bersaing ketat untuk mendapatkan nilai terbaik sejak usia sangat muda, hingga suatu hari nanti bisa masuk ke universitas terbaik. 

Di luar sekolah, orang tua mengirim anak-anak mereka untuk belajar di sekolah ekstra kurikuler mahal yang disebut hagwons, yang beroperasi dari jam 5 pagi sampai jam 10 malam.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya