China Pukul Balik Trump Pakai 'Senjata Rahasia', AS Kelimpungan!
- South China Morning Post (SCMP)
Beijing, VIVA – Dalam pertarungan dagang yang semakin panas, China menunjukkan taringnya. Negeri Tirai Bambu mengerahkan kekuatan tersembunyi—dominasinya atas logam tanah jarang atau rare earths—untuk membalas tekanan ekonomi Amerika Serikat (AS).
Logam tanah jarang adalah kelompok 17 elemen mineral krusial yang menjadi tulang punggung berbagai teknologi modern, mulai dari iPhone, kendaraan listrik, hingga sistem pertahanan militer.
Nilainya bahkan melebihi emas, namun sulit dan mahal untuk diekstraksi serta memicu dampak lingkungan yang besar.
Presiden China Xi Jinping sudah sejak lama memahami pentingnya komoditas ini. Saat perang dagang pertama dengan AS memuncak pada masa pemerintahan Donald Trump, Xi mengirim sinyal kuat lewat kunjungan simbolis ke pabrik logam tanah jarang di Ganzhou pada 2019.
"Rare earths adalah sumber daya strategis yang vital," ujar Xi penuh kekaguman, dikutip dari CNN Internasional,  Rabu 16 April 2025.
VIVA Militer: Presiden China, Xi Jinping dan Presiden AS, Donald Trump
- Star Tribune
Kini, China mengandalkan aset strategis tersebut untuk menekan balik. Pada 4 April 2025, pemerintahan Xi memberlakukan pembatasan ekspor terhadap tujuh jenis logam tanah jarang, sebagai balasan atas tarif impor sebesar 34% yang dikenakan AS pada produk China.
Langkah itu memaksa seluruh perusahaan China yang ingin mengekspor logam tanah jarang dan turunannya, seperti magnet, untuk mendapatkan izin khusus dari pemerintah. Kebijakan ini dinilai menargetkan titik paling lemah dari industri teknologi dan pertahanan AS.
"China menunjukkan bahwa mereka dapat mengerahkan kekuatan ekonomi yang luar biasa dengan menjadi strategis. Mereka benar-benar menyerang industri Amerika tepat di tempat yang menyakitkan," kata Justin Wolfers, profesor ekonomi dan kebijakan publik di Universitas Michigan.
Data menunjukkan, pada 2023 China menguasai 61 persen produksi global logam tanah jarang dan 92 persen pangsa pasar untuk proses pemurnian.
Bahkan antara 2020 hingga 2023, AS masih mengimpor 70 persen logam tanah jarangnya dari China—menunjukkan ketergantungan yang sulit dihindari.
Magnet berbahan logam tanah jarang berperan vital dalam pembuatan motor dan generator berukuran kecil namun efisien, termasuk di smartphone, mesin kendaraan, jet, bahkan mesin MRI.
Di sektor pertahanan, mineral ini dibutuhkan untuk produksi jet tempur F-35 hingga kapal selam nuklir. Dengan pasokan yang kini terancam, ancaman kelumpuhan industri strategis AS menjadi nyata.
Meski begitu, AS tak tinggal diam. Tiga perusahaan industri tengah memperluas kapasitas produksi logam tanah jarang dengan menjalin kerja sama bersama mitra dan sekutu.
Namun, membangun rantai pasokan alternatif butuh waktu bertahun-tahun—sementara permintaan dari industri terus melonjak.
China, sekali lagi, menunjukkan bahwa di balik balok logam abu-abu yang tampak biasa, tersimpan kekuatan geopolitik luar biasa yang mampu mengguncang tatanan ekonomi global.