Menlu Iran Terbang ke Rusia, Adukan Serangan AS ke Validimir Putin
- ANTARA/Anadolu
Teheran, VIVA – Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengecam keras serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran yang terjadi Sabtu malam, 21 Juni 2025. Ia menegaskan bahwa AS dan Israel telah melewati “batas merah yang sangat besar”.
“Tidak ada batas merah yang belum mereka lewati. Dan yang terakhir, dan yang paling berbahaya, baru terjadi tadi malam. Mereka melewati batas merah yang sangat besar dengan menyerang fasilitas nuklir,” ujarnya, dikutip dari ANews, Minggu 22 Juni 2025.
Iran, lanjut Araghchi, akan membela diri dari segala bentuk agresi militer, baik dari AS maupun Israel.
“Iran terus membela wilayah, kedaulatan, keamanan, dan rakyat Iran dengan segala cara yang diperlukan tidak hanya terhadap agresi militer AS, tetapi juga tindakan sembrono dan melanggar hukum dari rezim Israel,” katanya saat menghadiri pertemuan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul.
Araghchi juga menegaskan bahwa kondisi saat ini tidak memungkinkan bagi Iran untuk kembali ke jalur diplomasi.
“Iran memiliki semua pilihan untuk mempertahankan keamanannya. Teheran tidak dapat kembali ke jalur diplomasi saat diserang oleh Israel dan Amerika Serikat, dan akan berkonsultasi dengan Rusia pada hari Senin,” katanya.
Ia juga menuduh Washington tidak menghormati hukum internasional, dan hanya memahami bahasa kekerasan.
“AS menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati hukum internasional. Mereka hanya memahami bahasa ancaman dan kekerasan,” tegasnya, sembari menambahkan bahwa Iran akan mengambil langkah berdasarkan hak-haknya sebelum mempertimbangkan kembali jalur diplomatik.
Menurutnya, ia akan segera terbang ke Rusia untuk berkonsultasi langsung dengan Presiden Vladimir Putin.
Terpisah, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan bahwa AS telah terseret ke konflik besar lainnya, dan berpendapat bahwa kepemimpinan Iran secara politik justru muncul lebih kuat sebagai akibat dari serangan tersebut.
Komentarnya muncul beberapa jam setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa pasukan Amerika telah mengebom lokasi nuklir di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Serangan tersebut menandai eskalasi terbaru dalam konflik Iran-Israel yang sedang berlangsung.
Ia mengkritik Trump karena kembali mengobarkan perang, padahal dalam kampanyenya mengklaim sebagai “pembawa perdamaian”.
Medvedev juga menepis kemungkinan Trump memenangi Hadiah Nobel Perdamaian, karena mayoritas negara di dunia menentang tindakan AS dan Israel.
