7 Angkatan Udara Terlemah di Asia 2025, Ada yang Cuma Punya 2 Helikopter!
- Taiwan Military News Agency
Jakarta, VIVA – Kekuatan udara menjadi salah satu tolok ukur utama dalam menilai kemampuan militer sebuah negara. Di Asia, beberapa negara seperti China, Rusia, dan India dikenal memiliki armada udara yang besar, teknologi canggih, dan kesiapan tempur yang solid. Namun, tidak semua negara di kawasan ini berada pada level yang sama.
Indeks Kekuatan Udara Global atau Global Firepower (GFP) 2025 menyoroti kesenjangan tersebut dengan menilai lebih dari 60 faktor, mulai dari jumlah armada, kesiapan operasional, hingga kemajuan teknologi. Dari hasil penilaian itu, ada tujuh negara di Asia yang menempati posisi dengan kekuatan udara terlemah. Berikut ulasannya.
1. Myanmar
VIVA Militer: Dua jet tempur militer Myanmar menembakkan rudal
- thaipbsworld.com
Angkatan Udara Myanmar (MAF) memiliki 317 pesawat dengan 58 unit di antaranya berjenis tempur. Meski jumlahnya cukup banyak, sebagian besar merupakan model lama yang sulit bersaing di era modern. Tantangan terbesar MAF adalah keterbatasan dalam pemeliharaan dan modernisasi. Kondisi ini membuat tingkat kesiapan operasionalnya rendah. Selain itu, minimnya avionik canggih dan sistem persenjataan modern membuat efektivitas MAF dalam pertempuran udara terbatas. Faktor pelatihan dan pengalaman tempur yang terbatas semakin memperburuk keadaan.
2. Bangladesh
Angkatan Udara Bangladesh (BAF) mengoperasikan 214 pesawat, mencakup pesawat tempur, angkut, dan helikopter. Meskipun Bangladesh berusaha melakukan modernisasi, banyak armada yang sudah menua. Dari total armada, hanya 139 yang siap tempur. Keterbatasan teknologi menjadi hambatan utama dalam memproyeksikan kekuatan. Namun, BAF tetap berkomitmen meningkatkan kemampuan dengan memperkuat program pelatihan dan akuisisi pesawat baru.
3. Sri Lanka
Angkatan Udara Sri Lanka (SLAF) memiliki 85 pesawat, sebagian besar berupa jet multiperan dan helikopter. Jumlah yang relatif kecil ditambah usia armada yang tua membuat SLAF kesulitan menjaga efektivitas tempur. Ketiadaan jet tempur generasi baru dan sistem serangan presisi juga menurunkan daya tawar di medan udara. Walau begitu, SLAF punya peran penting dalam misi kemanusiaan, meski kapasitas perangnya masih sangat terbatas.
4. Laos
Laos memiliki salah satu angkatan udara terkecil di Asia, dengan hanya 33 pesawat aktif. Dari jumlah itu, 23 merupakan helikopter, sedangkan sisanya adalah pesawat tempur lawas era Soviet. Keterbatasan suku cadang, fasilitas perawatan, dan personel terlatih membuat Angkatan Udara Rakyat Laos (LPAF) sulit berkembang. Ketiadaan radar modern dan sistem pertahanan udara menjadikan Laos rentan terhadap ancaman eksternal. Fokus utama armada ini lebih kepada patroli perbatasan dan keamanan domestik ketimbang misi tempur.
5. Kamboja
Angkatan Udara Kerajaan Kamboja (RCAF) memiliki 25 pesawat, tetapi hanya 14 yang siap tempur. Armada ini sebagian besar terdiri dari pesawat angkut ringan dan helikopter, tanpa unit tempur khusus. Peran utamanya sebatas dukungan logistik dan operasi kemanusiaan. Tanpa sistem radar modern dan kemampuan pertahanan udara, Kamboja berada di posisi yang sangat lemah dalam menghadapi potensi ancaman. Minimnya alokasi anggaran untuk ekspansi dan modernisasi juga membuat RCAF tetap tertinggal jauh dari negara tetangga.
6. Nepal
Angkatan Udara Nepal (NAF) lebih berfungsi sebagai armada pendukung ketimbang tempur. Dengan total 15 pesawat, hanya 8 yang siap operasional. Sebagian besar merupakan helikopter dan pesawat ringan. Tanpa jet tempur canggih, NAF praktis tidak punya kemampuan pertahanan udara yang memadai. Tugas utamanya adalah transportasi, pengintaian, serta operasi tanggap bencana. Peran tempur hampir tidak ada, sehingga NAF lebih dikenal sebagai unit pendukung keamanan dalam negeri.
7. Bhutan
Bhutan menempati posisi terakhir dalam daftar ini karena tidak memiliki angkatan udara mandiri. Negeri kecil di Himalaya ini hanya memiliki dua helikopter dan sepenuhnya bergantung pada India untuk urusan pertahanan udara. Ketergantungan terhadap negara lain membuat Bhutan tidak bisa mempertahankan wilayah udaranya sendiri maupun memproyeksikan kekuatan udara. Dari sisi strategi, hal ini tentu menjadi kelemahan besar, mengingat kedaulatan udara merupakan elemen vital pertahanan nasional.
Itulah 7 negara Asia dengan angkatan udara terlemah versi Global Firepower. DAri daftar di atas bisa kita simpulkan bahwa peta kekuatan udara Asia menunjukkan kesenjangan yang cukup lebar.
Di satu sisi, ada negara-negara dengan armada modern dan teknologi canggih. Namun, di sisi lain masih banyak negara dengan keterbatasan jumlah pesawat, kesiapan operasional rendah, hingga ketergantungan pada bantuan eksternal.
Kesenjangan ini menjadi cerminan bahwa modernisasi alutsista udara memerlukan sumber daya besar, pengalaman teknis, dan dukungan politik yang kuat—sesuatu yang belum bisa dimiliki oleh semua negara di Asia.