KPK Tegaskan Kasus SKL BLBI Termasuk Pidana Korupsi
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarok
VIVA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, perbuatan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung adalah tindak pidana korupsi.
Jaksa justru menyebut aneh bila perkara yang berawal dari penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI terhadap Sjamsul Nursalim selaku obligor BDNI ini disebutkan masuk ranah perdata atau hukum administrasi.
Demikian dipaparkan tim jaksa KPK saat menyampaikan tanggapan atas eksepsi terdakwa dan Penasihat Hukum Syafruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 28 Mei 2018.
Sebelumnya, pengacara Syafruddin pada nota keberatan menilai, perkara ini termasuk dalam ranah Pengadilan Tata Usaha Negara. Sebab mengacu keputusan kelembagaan, di mana SKL yang dikeluarkan Syafruddin, sesuai tugasnya selaku Kepala BPPN.
Jaksa menyebut anggapan pengacara yang mengatakan kasus Syafruddin tak masuk hukum pidana adalah sesuatu yang keliru. Menurut jaksa, kubu Syafruddin keliru dalam memahami surat dakwaan. "Penasehat hukum terdakwa keliru memahami surat dakwaan dan hanya membaca surat dakwaan secara parsial," kata jaksa Haerudin.
Jaksa menyatakan, penerbitan SKL oleh Syafruddin selaku Ketua BPPN saat itu merupakan perbuatan lanjutan dari rangkaian perbuatan sebelumnya, yakni menghapuskan piutang Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Penghapusan itu membuat seolah-olah seluruh kewajiban pemegang saham BDNI telah terpenuhi. Salah satunya, dalam pertemuan dengan pihak BDNI pada 21 Oktober 2003. Di mana, Syafruddin tidak menyimpulkan bahwa Sjamsul Nursalim telah melakukan misrepresentasi.
Padahal, sambung jaksa, Syafruddin mengetahui bahwa piutang petambak kepada BDNI dalam kondisi macet dan Sjamsul telah melakukan misrepresentasi.
12 Februari 2004, Syafruddin kemudian mengusulkan agar Komite Kebijakan Sektor Keuangan memutuskan penghapusan atas porsi utang unsutainable petambak plasma sekitar Rp2,8 triliun. Padahal, rapat terbatas bersama Presiden tidak pernah mengambil keputusan untuk dilakukan penghapusan.
Jaksa menegaskan, surat dakwaan terhadap Syafruddin sama sekali tidak mengacu pada surat keputusan tata usaha negara. Akan tetapi, mengacu pada perbuatan Syafruddin yang termasuk dalam tindak pidana korupsi.
Dalam tanggapannya, jaksa juga menegaskan bahwa dugaan korupsi Syafruddin belum lewat waktu atau kedaluarsa. Sebab, KPK masih memiliki kewenangan untuk melakukan penuntutan terhadap Syafruddin.