Tokoh Sumbar Melawan SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah
- VIVAnews/Tri Saputro
Lebih jauh, komunitas adat dan para tokoh Sumbar ini juga menyiapkan upaya hukum lain untuk membatalkan SKB 3 menteri. Diantaranya menyiapkan gugatan ke Mahkamah Agung untuk membatalkan SKB 3 menteri tentang seragam sekolah.
"Ada 300 orang lawyer (pengacara) yang kita siapkan. Mereka sudah sepakat datang ke Mahkamah Agung untuk menggugat SKB ini," kata mantan Wali Kota Padang, Fauzi Bahar, Kamis, 18 Februari 2021.
Substansi Beragama
DPRD Sumatera Barat juga merespon dengan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) khusus membahas SKB 3 menteri ini pada Kamis, kemarin. RDP atas kasus yang mengundang beragam reaksi publik dihadiri sejumlah tokoh, seperti unsur tokoh masyarakat, ormas, tokoh agama dan tokoh adat.
Adapun pihak yang hadir dalam RPD di DPRD Sumbar tadi di antaranya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar, Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM), Bundo Kanduang, Aisiyah, Tarbiah Islamiah, Perti, Muhammadiyah, NU dan sejumlah dewan pendidikan dan tokoh Sumbar.
"Kita baru saja rapat dengar pendapat dengan berbagai tokoh dan ormas. Pada umumnya mereka sepakat untuk mengajukan revisi SKB 3 menteri ini," kata Wakil Ketua DPRD Sumbar Irsyad Safar di kantor DPRD Sumbar, Padang pada Kamis 18 Februari 2021.
Ketua DPRD Pariaman Fitri Nora menegaskan tidak ada yang salah dari reaksi Wali Kota Pariaman Genius Umar terhadap SKB 3 menteri soal seragam sekolah. Menurutnya, ini hanya merupakan kesalahpahaman atas reaksi masyarakat terhadap SKB 3 menteri ini.
"Faktanya di Kota Pariaman ini tidak pernah melakukan intoleransi kepada kaum minoritas dan hingga kini tidak pernah terjadi penolakan oleh pihak manapun," kata Fitri. Ia berharap isu ini segera berakhir, karena banyak hal penting yang harus diselesaikan.
Sebelumnya, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan latar belakang dikeluarkannya SKB 3 menteri mengenai seragam atribut bagi peserta didik dan tenaga kependidikan di sekolah negeri.
Menurutnya, agama seyogyanya tidak dijadikan alasan untuk bersikap tidak adil kepada orang lain yang berbeda keyakinan.
"Lahirnya keputusan bersama tiga menteri ini sebagai upaya kita untuk mencari titik persamaan dari berbagai perbedaan yang ada di masyarakat kita. Bukan memaksakan supaya sama, tapi masing-masing umat beragama memahami ajaran agama secara substantif bukan hanya simbolik," kata Yaqut dalam konferensi pers virtual di Jakarta.