Pakar Sebut Kasus Emirsyah Satar di Kejaksaan Ne Bis in Idem
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Kecuali, kata dia, dalam hal putusan hakim yang mungkin masih diulangi, orang tidak boleh dituntut dengan 2 kali karena perbuatan yang sama, perbuatan yang oleh hakim di Indonesia, terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
“Artinya, sudah ada putusan terhadap perbuatan yang dikualifikasi sebagai tindak pidana itu sudah menjadi tetap dan sudah dijalankan dan dieksekusi," jelas dia.
Oleh karena itu, Fickar menegaskan jika ada elemen perbuatan yang sudah dilakukan dan telah ada putusan awalnya kemudian dijadikan tindak pidana baru, hal ini bisa menjadi Ne Bis In Idem, kecuali jika objeknya memang berbeda.
"Mungkin kalau dari satu rangkaian yang sama diceritakan oleh penasihat hukum (Emirsyah Satar), ada lima perbuatan pengadaan pesawat yang oleh KPK dijadikan dasar untuk menuntut gratifikasinya, penerimaannya,” jelas dia.
Tetapi, lanjut dia, dalam dakwaan Kejaksaan menurut informasi bahwa yang dijadikan hanya 2 perbuatan pengadaan. “Jadi dua dari lima yang pernah dituntut KPK, kemudian saya jadi langsung menyimpulkan ini sebenarnya mengadili perbuatan yang pernah diadili," ungkapnya.
Oleh karena itu, Fickar melihat bahwa kasus Emirsyah yang diangkat lagi oleh Kejaksaan Agung sebenarnya ne bis in bidem atau pengulangan dari yang pernah didakwakan atau dihukum. “Bahkan, hukumnya sudah punya kekuatan hukum tetap dan sudah dijalankan. Saya menyimpulkannya sebagai Ne Bis In Idem,” tegas dia.
Sebelumnya, Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin menjelaskan peran kedua tersangka kasus korupsi pengadaan pesawat udara di PT. Garuda Indonesia tahun 2011-2021, yakni mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar dan Direktur Utama PT. Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedarjo (SS).
Tersangka Emirsyah, kata Burhanuddin, perannya membocorkan rencana pengadaan pesawat kepada Tersangka SS dan hal ini bertentangan dengan Pedoman Pengadaan Armada (PPA) milik Garuda Indonesia.
Kemudian, Tersangka Emirsyah bersama Dewan Direksi HS dan Capt AW memerintahkan tim pemilihan untuk membuat analisa dengan menambahkan sub kriteria menggunakan pendekatan Nett Present Value (NPV).
“Tujuannya agar Bombardier CRJ-1000 dan ATR 72-600 dimenangkan atau dipilih,” kata Burhanuddin di kantornya pada Senin, 27 Juni 2022.