Kasus Emirsyah Satar, Mantan Ketua Komjak Sebut Dakwaan Jaksa Kabur

Mantan Direktur Utama Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat mendakwa mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (GA) (Persero) Tbk, Emirsyah Satar telah merugikan keuangan negara hingga Rp 9,3 triliun. Diketahui Emirsyah Satar sebelumnya sudah divonis pengadilan dalam perkara korupsi di PT. Garuda Indonesia yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hakim Pembebas Ronald Tannur Ngaku Simpan Puluhan Juta di Tas Kerja, Bantah Itu Duit Suap

Banyak pihak yang menilai ada kejanggalan dalam penanganan kasus yang ditangani Kejaksaan Agung tersebut. Tak terkecuali mantan Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen.

“Saya juga menjadi sangat heran kenapa perkara ini bisa lolos, gelar perkara yang sedemikian ketatnya yang saya tau dilakukan tidak hanya untuk perkara perkara besar atau kecil saja juga tidak akan lolos, karena ada asas ne bis in idem. Kemudian dari Kejaksaan Agung bersikap bahwa ini perkara layak untuk diajukan ke pengadilan” ujar Halius dalam keterangannya, Jumat 20 Oktober 2023.

Pengakuan Hakim yang Vonis Bebas Ronald Tannur soal Kelakuan Eks Ketua PN Surabaya

Ilustrasi Gambar Hukum

Photo :
  • vstory

Halius memandang, prinsip asas pidana dalam negeri  bukan pembalasan, melainkan lebih kepada keadilan dan kemanfaatan.

Eks Gubernur Malut Abdul Gani Meninggal Dunia, KPK: Status Tersangkanya Sudah Pasti Gugur!

“Bilamana saya lihat dari uraian saudara penasehat hukum tadi jelas sekali bahwa perbuatan materi yang diuraikan di dalam dakwa tempus delicti dan locus delicti adalah hal yang sama, hanya saja ada perbedaan kalau pada KPK ada lima kasus di Kejaksaan ada dua kasus tetapi jelas bahwa dua kasus tersebut adalah kasus yang didakwakan ketika KPK mengajukan perkara ini ke persidangan,"  ujarnya.

Halius menjelaskan apabila objek dan uraian materi dakwaan itu sama persis dengan objek subjek dari pada dakwaan dan tuntutan  KPK, maka dirinya menilai bahwa perbuatan yang sudah pernah diadili atau pengulangan pengusutan perkara atau ne bis in idem.

Halius menambahkan bahwa, orang tidak pernah dihukum dengan pasal karena pasal hanya limitatif untuk mengukur apakah sebetulnya orang yang bersangkutan wajar atau adil di hukum.

“Orang dihukum karena perbuatannya, bukan pasal. Kita bisa mengambil kesimpulan, apakah perkara ne bis in idem apa tidak, jelas bahwa objek subjek kemudian materi yang saya garis bawahi secara mendasarnya materi perbuatan dari yang bersangkutan itu persis sama, dan bilamana nanti ada alasan bahwa pasalnya yang berbeda yang semula sekarang dikasih diajukan dengan pasal suap seharusnya juga uraiannya perbuatannya secara materil dipandang berbeda tidak bisa copy paste dari dakwaan yang mestinya sudah ada penyidik kpk dari sebelumnya, " ujar Halius.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya